Pekanbaru (ANTARA) - Aparat Ditkrimum Polda Riau menggagalkan upaya penyelundupan dan perdagangan 69 pekerja migran ilegal yang tiga di antaranya merupakan warga negara Myanmar.
Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunartodi Pekanbaru, Jumat, menjelaskan kejadianitu bermula saat diamankan sebuah kapal pompong dan dua speedboat dengan pelaku ZP yang merupakan tekong sekaligus pemilik hendak membawa pekerja migran ilegal di Dusun Selomang Baru, Kecamatan Rupat, Bengkalis, pada Minggu (15/5) sekitar pukul 18.45 WIB.
ZP yang ketakutan telah ketahuan, menabrak dan menerobos hutan bakau kemudian melarikan diri. Namun karena kondisi gelap dan lokasi pencarian yang sulit, petugas yang mengejar tak berhasil mendapatkan ZP.
"ZP kini masih berstatus DPO karena berhasil melarikan diri. Saat itu petugas hanya dapat mengamankan ES yang bertugas mencari pekerja ilegal yang mau dibawa," sebut Sunarto saat konferensi pers.
Keesokan harinya, Senin (16/5), diamankan pula seorang wanita berinisial SS yang membawa makanan untuk para imigran di sebuah rumah kosong di tengah hutan di Kecamatan Medang Kampai, Dumai. Tempat itu dijadikan penampungan sementara para pekerja imigran.
Tak jauh dari lokasi tersebut, ditemukan ruko yang juga dijadikan tempat penampungan. Di dalamnya terdapat 50 orang yang hendak diberangkatkan ke Malaysia secara ilegal. Ke-50 migran ilegal ini kemudian diserahkan ke Polres Dumai untuk proses lebih lanjut.
Baca juga: Polisi Rohil gagalkan pengiriman 30 calon pekerja migran ilegal ke Malaysia
"Para pelaku mengaku telah menjalankan aktifitas ilegal ini selama lima bulan dan telah memberangkatkan ratusan orang pekerja imigran," lanjutnya.
Dari hasil interogasi ES mengaku berperan membawa migran ilegal dari Dumai menuju Rupat dan juga mencari migran untuk direkrut dan diberi upah Rp4,7 juta. Ia juga mendapatkan uang tambah dari tekong laut dan pekerja.
"Sedangkan SS berperan menampung migran illegal yang berasal dari Sulawesi Selatan, NTB, Jawa, Aceh Sumatera Utara, serta WNA Myanmar. Ia diupah Rp5-13 juta," terang Sunarto.
Sementara itu ZP yang kini masih berstatus DPO bertugas menyiapkan alat transportasi untuk memberangkatkan migran ilegal menuju Malaysia. ZP diberikan upah sekitar Rp5-7 juta.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat pasal 2 atau pasal 4 Jo pasal 10 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman hukuman penjara minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda sebesar Rp600 juta.
Baca juga: Usut dugaan otopsi ilegal warga Indonesia di Malaysia