Pemungutan PPN oleh Pemerintah

id DJP

Pemungutan PPN oleh Pemerintah

Pemungutan PPN oleh Pemerintah (ANTARA/Anadolu/DJP)

Pekanbaru (ANTARA) - Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa oleh Instansi Pemerintah, khususnya pemerintahan desa atau nagari di Sumatera Barat, ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Kepala Desa atau Wali Nagari, yaitu: 1) sebagian besar penyedia barang/jasa belum berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP); 2) belanja barang/jasa dengan nilai transaksi diatas Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) sering dilakukan terhadap penyedia barang/jasa yang bukan PKP (non-PKP), sehingga tidak dipungut PPN.

Dari permasalahan tersebut, maka timbul beberapa pertanyaan, yaitu: 1) Apakah wajib pajak Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa, diperbolehkan melakukan belanja barang/jasa kepada rekanan non-PKP? 2) Apakah wajib pajak Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa, diperbolehkan melakukan belanja barang/jasa kepada rekanan tanpa melalui SIPP (Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah)? 3) Bagaimana perlakuan pemungutan PPN, dalam hal bertransaksi dengan rekanan non-PKP? 4) Bagaimana mekanisme pemungutannya pada sistem Coretax khususnya terkait pembuatan ID Billing?

Jika dilihat dalam ketentuan perpajakan yang ada, memang tidak ditemukan aturan/norma yang melarang Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa belanja barang/jasa kepada rekanan non-PKP atau belanja barang/jasa tanpa melalui SIPP, namun tetap dianjurkan untuk melakukan belanja barang/jasa melalui SIPP karena SIPP dibentuk untuk mendukung penggunaan produk dalam negeri dan meningkatkan transparansi serta efisiensi belanja oleh Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa.

Selain itu, atas belanja barang/jasa yang tidak melalui SIPP atau pihak lain yang ditunjuk pemerintah sebagai pemungut PPN atau belanja dengan rekanan Non-PKP tetap dipungut PPN dan disetor PPN nya melalui aplikasi coretax. Aturan perpajakan bagi instansi pemerintah adalah sebagai berikut:

PMK-81 Tahun 2024 Tentang Aplikasi Coretax

Untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi administrasi perpajakan di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah melakukan perubahan sistem administrasi perpajakan dengan meluncurkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan terbaru yang bernama Coretax.

Sebagai landasan hukumnya, telah terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 Tahun 2024 yang mengatur tentang berbagai aspek perpajakan terkait pelaksanaan sistem coretax ini.

Penerbitan PMK ini dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan pembaruan sistem administrasi perpajakan yang lebih transparan, efektif, akuntabel dan fleksibel.

PMK ini memberi berbagai kemudahan bagi Wajib Pajak, antara lain: 1) Registrasi menjadi lebih mudah yang dapat dilakukan di semua Kantor Pelayanan Pajak (borderless); 2) Tersedianya Akun Wajib Pajak (Taxpayer Account) yang dapat diakses secara daring melalui Portal Wajib Pajak sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik; 3) Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran dan penyetoran pajak menggunakan Deposit Pajak, kemudahan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik.

PMK- 59/PMK.03/2022 Tentang Aspek Perpajakan PPN Instansi Pemerintah Penerbitan PMK-59 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Pengukuhan dan Pencabutan PKP, Serta Pemotongan dan atau Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Bagi Instansi Pemerintah, pada Pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa: 1) Instansi Pemerintah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan Pemerintah kepada Instansi Pemerintah; 2) Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 18 ayat (1) disebutkan: PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Instansi Pemerintah, dalam hal: a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah); b. pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi Pemerintah; c. pembayaran untuk pengadaan tanah; d. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero) dan/atau anak usaha PT Pertamina (Persero) yang meliputi PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional, dan PT Elnusa Pertrofin; e.pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi; f. pembayaran atas Jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; g. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN; dan/atau pembayaran dengan mekanisme Uang Persediaan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan Pemerintah kepada Instansi Pemerintah yang dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan.

Pasal 18 ayat (2) PMK-59 Tahun 2022 angka (2) menyebutkan bahwa PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 18 ayat (1) angka (3) PMK-59 Tahun 2022 menyebutkan bahwa PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pihak Lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang mengatur mengenai penunjukan Pihak Lain sebagai pemungut pajak dan tata cara pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak yang dipungut oleh Pihak Lain atas transaksi pengadaan barang dan/ atau Jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan.

PMK- 58/PMK.03/2022 Tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak

Penerbitan PMK-58/PMK.03/2022 Tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak Yang Dipungut Pihak Lain atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah Pasal 2 ayat (1) PMK-58 Tahun 2022 menyebutkan bahwa: Pasal 2 ayat (1) Pihak Lain ditunjuk sebagai pemungut pajak untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/ atau pelaporan pajak atas penyerahan barang dan/ atau jasa yang dilakukan oleh Rekanan.

Dari peraturan tentang aspek perpajakan bagi Instansi pemerintah diatas, dapat kita simpulkan bahwa:

Pemungutan PPN Bagi Instansi Pemerintah Dalam hal Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa, melakukan belanja barang/jasa melalui SIPP, maka PPN terutang dipungut oleh Pihak Lain (rekanan yang terdaftar dalam SIPP), sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) huruf h, PMK-59 Tahun 2022.

Dalam hal belanja tidak melalui SIPP dan nilai pembayaran tidak melebihi Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) atau pembayaran tidak memakai kartu kredit pemerintah, maka PPN terutang dipungut oleh PKP Rekanan, sesuai Pasal 18 ayat (2) PMK-59 Tahun 2022.

Dalam hal belanja Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari PKP Rekanan dan dilakukan tidak melalui SIPP maka PPN terutang dipungut oleh Instansi Pemerintah, sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) dan (2) PMK-59 Tahun 2022.

Untuk pengamanan penerimaan perpajakan, Instansi Pemerintah dianjurkan untuk melakukan pemungutan PPN atas belanja Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Rekanan yang bukan merupakan PKP.

Penyetoran dan Pelaporan

Untuk menyetor dan melaporkan PPN terutang oleh Instansi Pemerintah berlaku ketentuan penyetoran dan pelaporan sebagai berikut : untuk PPN terutang yang dipungut oleh Pihak Lain yaitu transaksi dengan SIPP, maka PPN wajib disetor dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN oleh Pihak Lain tersebut.

PPN terutang yang dipungut oleh PKP Rekanan, wajib disetor dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN oleh PKP Rekanan.

PPN terutang yang dipungut oleh Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa, wajib disetor dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN oleh Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa.

Untuk PPN terutang yang dipungut oleh Instansi Pemerintah, termasuk Instansi Pemerintah Desa, disetor oleh Instansi Pemerintah, termasuk Instansi Pemerintah Desa, dengan menggunakan Kode Akun Pajak 411211 dan Kode Jenis Setoran 108.

Atas PPN terutang yang telah disetorkan tersebut wajib dilaporkan oleh Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa, dengan ketentuan sebagai berikut : Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa, yang merupakan PKP wajib melaporkan penyetoran PPN terutang yang telah dipungut tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN.

Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Desa, yang bukan merupakan PKP dianggap telah melaporkan penyetoran PPN terutang yang telah dipungut tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN sepanjang telah melakukan penyetoran PPN terutang dimaksud.

Dengan dilaksanakan pemenuhan kewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN, diharapkan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dari Instansi Pemerintah meningkat sehingga penerimaan pajakpun akan meningkat. Melalui APBN yang kuat, Pemerintah dapat mewujudkan program pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Oleh: Wisnu Purnomo Aji, Penyuluh Pajak Ahli Muda Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Riau

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.