Pekanbaru (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut (BRG) menyatakan memasuki musim kemarau tahun 2019 mewaspadai Tinggi Muka Air (TMA) di Provinsi Riau yang mencapai lebih 1 meter di bawah permukaan tanah.
"Analisis pada tiga minggu pertama bulan Juli menunjukkan Riau sangat kering disusul Kalteng dan Jambi," kata Kepala BRG, Nazir Foead melalui rilisnya kepada antara di Pekanbaru, Senin.
Nazir Foead menjelaskan BRG miliki alat yang diberi nama Sistem Pemantauann Air di Lahan Gambut (SIPALAGA) yang fungsinya memantau kelembaban gambut dan muka air dalam tanah.
Berdasarkan analisis data SIPALAGA , pada periode 18-24 Juli tinggi muka air di lahan gambut pada lokasi yang terpasang titik pemantauan, menunjukkan rendahnya permukaan air di bawah tanah. Dari 90 lokasi yang diamati pada 7 provinsi prioritas restorasi gambut yakni Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Papua, TMA rata-rata di bawah -0,4 meter dari ataspermukaan.
Ini artinya, secara umum, lahan gambut saat ini di banyak tempat mulai kering. Di Riau, TMA ada yang bahkan lebih dari 1 meter di bawah permukaan tanah.
SIPALAGA merupakan platform pemantau data real-time yang berasal dari alat pemantau TMA yang dapat mengukur tinggi muka air tanah, kelembaban tanah gambut, dan tingkat curah hujan.
SIPALAGA mengatur perekaman data TMA sampai pada proses penyajian data diwebsite secara real-time berbasis telemetri. Publik dapat mengakses SIPALAGA melalui website: http://sipalaga.brg.go.id.
"SIPALAGA merupakan komitmen BRG untuk menyediakan data dan informasi yang cepat dan akurat dengan memanfaatkan perkembangan teknologiinformasi," tuturnya.
Dengan adanya SIPALAGA diharapkan informasi mengenai TMA dapat diakses setiap saat untuk membantu para pihak mengantisipasi potensi kebakaran di area restorasi dan mempercepatpembasahan ekosistem gambut.
BRG telah mengirimkan data rutin analisis SIPALAGA kepada kepala daerah, Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Karhula KLHK dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tujuh (7) area kerja restorasi.
Berdasarkan analisis data tinggi muka air lahan gambut, curah hujan, keberadaan hotspot dan kondisi rawan terbakar dari BMKG, menunjukkan ada 35 lokasi pemantauan TMA yang tidakmengalami hujan selama 7 hari berturut-turut. Pada 10 titik lainnya telah terdapat indikasi titik panas (hotspot).
Sementara itu, 45 titik berada pada areal rawan terbakar. Dari data tersebut, 4lokasi perlu segera dilakukan pembasahan karena terakumulasi empat faktor yaitu rendahnya TMA (di bawah -0,4 meter), ketiadaan curah hujan, adanya hotspots dan kondisi rawan terbakar.
BRG menyiapkan dua operasi pembasahan gambut. Yang pertama adalah Operasi Pembasahan Cepat Lahan Gambut Terbakar (OPCLGT) dan berikutnya Operasi Pembasahan Gambut Rawan Kekeringan (OPGRK).
OPCLGT dilakukan di areal terbakar yang belum ada sekat kanal atau sumurbor. Sedangkan OPGRK dilakukan pada areal yang telah terbangun infrastruktur pembasahan (sekat kanal dan sumur bor).
Saat ini daerah sedang menyiapkan pelaksanaan kedua operasi dimaksud.Kalimantan Tengah bahkan telah menjalankan pembangunan sumur bor melalui OPCLGT.
"Masyarakat kami himbau turut melakukan pemantauan dan memahami pelaksanaan Operasi Pembasahan Gambut ini. Masyarakat dapat melaporkan dan memohon dilaksanakannya OperasiPembasahan kepada Dinas pengelola Tugas Pembantuan Restorasi, sesuai dengan ketentuan yang ada," pungkas Kepala BRG.
Baca juga: Chevron tanda tangani MoU dengan BRG
Baca juga: Pemkab Rokan Hilir minta masa kerja BRG diperpanjang
Berita Lainnya
PT CPI - BRG latih 10 desa kelola lahan tanpa bakar
24 October 2020 8:27 WIB
Mahasiswa UGM dan BRG lakukan penelitian ke PT NSP
10 October 2020 17:48 WIB
BRG ajak pemerintah desa untuk jaga infrastruktur pembasahan gambut
30 September 2020 13:09 WIB
BRG targetkan restorasi 11 ribu hektare gambut hingga akhir 2020
28 July 2020 17:05 WIB
Wujudkan ketahanan pangan di lahan rawan kebakaran
27 July 2020 21:03 WIB
Kepulauan Meranti selenggarakan Festival Sagu Nusantara 2020
14 March 2020 21:05 WIB
BRG gandeng PT KTU Siak bangun sekolah ladang
10 March 2020 15:52 WIB
Berharap pahit kopi usir api di gambut Kepulauan Meranti
16 December 2019 16:49 WIB