Sah, ini sanksi pelanggar Perda COVID-19 di Pekanbaru

id Perda COVID-19,dprd pekanbaru, walikota peaknbaru, kota pekanbaru

Sah, ini sanksi pelanggar Perda COVID-19 di Pekanbaru

Rapat paripurna pengesahan revisi Perda No 5 th 2021 tentang perlindungan masyarakat terhadap penyebaran dan wabah COVID-19 di Pekanbaru, Senin (12/7/2021). (ANTARA/Vera lusiana)

Pekanbaru (ANTARA) - Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pekanbaru akhirnya mengesahkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru Nomor 5 tahun 2021 tentang perlindungan masyarakat dari penyebaran dan dampak COVID-19, disaksikan Wakil Walikota Pekanbaru Ayat Cahyadi.

"Sebelum disahkan Perda ini sudah alami revisi, karena ada yang belum pas saat pelaksanaan di lapangan," kata Wakil Walikota Pekanbaru, Ayat Cahyadi di Pekanbaru, Senin.

Rapat paripurna ini dipimpin oleh Ketua DPRD Pekanbaru, Hamdani didampingi Wakil Ketua DPRD Pekanbaru Ginda Burnama dan Nofrizal. Sementara itu Wakil Walikota Pekanbaru Ayat Cahyadi juga berkesempatan hadir dalam rapat paripurna ini.

Ayat mengatakan, Revisi Perda tersebut berdasarkan dari adanya Peraturan Presiden (Perpres) yang baru. Isinya juga menyangkut sanksi bagi yang melanggar protokol kesehatan, 5 M yakni menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mencegah mobilitas interaksi, bagi orang pribadi maupun pemilik usaha. Termasuk aturan tentang masyarakat yang tidak mau divaksin.

"Supaya tidak kena sanksi, ya taat pada aturan prokes, demikian juga dengan vaksinasi itu kan sangat penting," kata Ayat.

Sementara itu Ketua Pansus, Roni Pasla mengatakan perubahan atau revisi terhadap perda no 5 th 2021 tentang perlindungan masyarakat terhadap penyebaran dan wabah COVID-19 diantaranya penghapusan tentang pasal 26 yang mengatur tentang sanksi lisan dan tulisan yang sekarang dihapus.

Kemudian di dalam perubahan perda tersebut juga ada tambahan berupa pasal tentang kewajiban vaksin pada pasal 17 A.

"Sanksi bagi yang tidak mau divaksin adalah tidak difasilitasi pengurusan administrasi kependudukan, namun tentu sebelumnya ada surat panggilan terhadap masyarakat oleh perangkat RT dan RW," kata Roni Pasla.

Namun katanya, diatur juga tidak ada kewajiban terhadap masyarakat yang mempunyai riwayat penyakit yang tidak memperbolehkan vaksin COVID-19. Tentu dengan surat keterangan dokter atau tenaga ahli dan riwayat penyakit.

Selanjutnya, terhadappenegakan Perda ini dia meminta dilakukan secara tegas namun petugas harus tetap humanis dengan tidak melakukan tindakan yang tidak sewajarnya kepada masyarakat.

"Serta pelaksana harus dilengkapi dengan identitas dan secara resmi melakukan penegakan secara tim bukan sendiri sendiri serta dilengkapi dengan surat tugas yang jelas," katanya.

Sebelumnya Penanggungjawab Pansus, Nofrizal mengatakan salah satu poin dalam Perda tersebut adalah bagi masyarakat yang sudah dinyatakan positif COVID-19 namun tidak menjalankan masa isolasi sebagaimana mestinya akan dikenai sanksi.

Tak hanya yang menjalankan isolasi saja, melainkan masyarakat yang tidak menjalankan karantina dengan baik juga akan dijatuhi sanksi.

Ia mengatakan, terdapat risiko yang besar jika ada pembiaran terhadap masyarakat yang menjalankan isolasi mandiri maupun karantina.

"Dia bisa menularkan ke yang lain, dan kalau kabur dari masa isolasi dan karantina bisa dikenakan denda atau sanksi maksimal Rp500 ribu," kata Nofrizal.

Selain akan dikenai sanksi denda, pasien COVID-19 yang tidak menjalankan masa isolasi dengan baik akan ditempatkan di sebuah ruangan khusus.

Tak hanya untuk individu saja, para pelaku usaha yang tidak menjalankan protokol kesehatan juga akan dijatuhi sanksi.

"Bagi pelaku usaha yang tidak menjalankan protokol kesehatan pertamanya akan dijatuhi denda sebesar Rp5 juta, kedua penghentian operasi sementara dan jika masih melanggar maka izin usahanya akan dicabut," katanya.

Namun jika pelaku usaha yang izinnya sudah dicabut karena melanggar protokol kesehatan namun tetap menjalankan usahanya, hal tersebut akan berimplikasi ke pidana.