SKK Migas Hormati Proses Hukum Kasus Bioremediasi

id skk migas, hormati proses, hukum kasus bioremediasi

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menghormati proses hukum terkait kasus dugaan proyek mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan (bioremediasi) yang sedang dihadapi karyawan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI).

"Karena itu kami mengikuti proses hukum. Sama seperti ketika BP Migas dibubarkan, semuanya tetap harus berjalan baik," kata Kepala Bagian Humas SKK Migas Rudi Rimbono kepada Antara di Pekanbaru lewat sambungan telepon, Kamis siang.

Pernyataan Rudo Rimbono adalah tanggapan atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadap terdakwa kasus bioremediasi karyawan Chevron, Bachtiar Abdul Fatah yang dinyatakan terbukti bersalah dengan dihukum empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta.

Keputusan tersebut sempat memicu persepsi negatif di tengah masyarakat karena pada sidang-sidang sebelumnya, sejumlah saksi menyangkal keterlibatan Bachtiar Abdul Fatah dalam kasus bioremediasi, hingga terkesan ada rekayasa dan dipaksakan.

Nama Bachtiar menurut saksi-saksi yang dihadirkan sebelumnya, sama sekali tidak ada dalam kontrak kerja proyek bioremediasi.

Kesaksian mencengangkan itu terungkap dalam persidangan kasus bioremediasi PT CPI, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 26 Agustus 2013. Nono Gunarso, saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengaku tidak pernah melihat nama Bachtiar dalam kontrak-kontrak bioremediasi.

Nono Gunarso ketika itu menjabat Kepala Divisi Akuntansi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Dia mengaku pernah menjabat Kepala Divisi Pemeriksaan Biaya SKK Migas sejak 17 Maret 2009 sampai 30 April 2012.

Berbagai kejanggalan dalam kasus bioremediasi tersebut sebelumnya dikabarkan memicu terganggunya produksi migas nasional, namun Rudi membantahnya.

Menurut Rudi sejauh ini belum ada laporan berkaitan dengan menurunnya produksi migas nasional akibat perkara tersebut.

"Yang jelas, sampai sejauh ini SKK Migas sangat menghormati hukum yang berlaku di negara ini," katanya.

Perkara ini mulai bergulir awal Maret 2012, saat Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus mulai melakukan penyidikan, dimana hanya berselang beberapa hari saja pada 12 Maret, Direktur Penyidikan sudah mengeluarkan Sprindik dengan tersangka Ricksy Prematuri dan General Manager Sumatera Light North Operation, Alexia Tirtawidjaja.

Perkara ini kemudian menyeret karyawan CPI lainnya yakni Kukuh Kertasafari, Widodo dan Endah Rumbiyanti, serta seorang kontraktor lain atas nama Herlan bin Ompo selaku Direktur PT Sumigita Jaya dan Bachtiar Abdul Fatah, seluruhnya telah menjalani sidang vonis.

Kasus ini diduga dilapokan Edison Effendi, mantan dosen sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, yang pernah beberapa kali mengikuti tender proyek bioremediasi di CPI tetapi kalah. Anehnya, Edison kemudian justru diangkat sebagai ahli yang digunakan jaksa untuk mengambil sampel tanah tercemar di area Chevron yang kemudian digunakan untuk menyusun dakwaan dalam kasus ini.

President Director PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Albert Simanjuntak dan Managing Director Chevron Indonesia Chuck Taylor sebelumnya menyatakan kekecewaan atas putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap terdakwa kasus bioremediasi karyawan perusahaan migas itu Bachtiar Abdul Fatah.