Siak, Riau, (ANTARA) - Ahli Forensik Hukum, Robintan Sulaiman, mengingatkan agar penerbitan izin dan pelaksanaan eksekusi lahan dilakukan secara hati-hati dan sesuai prosedur agar tidak merugikan pihak lain salah satunya di Kabupaten Siak dinilai rawan konflik pertanahan yang melibatkan perorangan, perusahaan, maupun koperasi.
“Penerbitan Izin Lokasi (Inlok), Izin Usaha Perkebunan (IUP), maupun sita eksekusi pengadilan jika tidak dilakukan secara benar, dapat menimbulkan konflik baru,” ujar Robintan , Kamis.
Ia menjelaskan, proses penerbitan Inlok dan IUP harus melewati tahapan verifikasi yang ketat. Inlok, yang menjadi dasar terbitnya IUP, harus didahului dengan verifikasi lahan yang melibatkan pemangku kepentingan dan disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
“Dalam verifikasi, lahan harus disesuaikan dengan fungsi kawasan. Misalnya, lahan yang termasuk dalam daerah aliran sungai, hutan lindung, atau pemukiman, tidak bisa langsung dimasukkan dalam Inlok,” katanya.
Robintan menambahkan, jika proses verifikasi dilewati atau data dimanipulasi, penerbitan Inlok dan IUP dapat dinyatakan cacat administrasi.
“Jika pelanggarannya ringan, masih bisa dikoreksi. Tapi kalau berat, bisa masuk ranah pidana seperti pemalsuan dokumen,” ujarnya.
Terkait kewenangan, ia menjelaskan penerbitan RTRW berada di tangan pemerintah pusat. Sementara pencabutan IUP merupakan wewenang pemberi izin, atau putusan pengadilan atau sudah berakhir masa atau waktu izinnya.
Selain itu, menurutnya, konflik lahan di Siak juga sering dipicu oleh pelaksanaan sita eksekusi pengadilan yang tidak melalui tahapan constatering atau pencocokan di lapangan.
“Eksekusi harus didahului constatering untuk memastikan tidak ada pihak lain yang terdampak. Ini proses panjang, tapi penting agar tidak muncul konflik baru,” katanya.
Robintan menekankan pentingnya menegakkan hukum tanpa menimbulkan persoalan hukum lainnya. “Keadilan itu harus mencakup aspek prosedural, material, dan formal,” ujarnya.