Akan diarahkan ke mana keahlian penyakit dalam kedokteran Indonesia?

id Rsud madani, arnaldo eka putra

Akan diarahkan ke mana keahlian penyakit dalam kedokteran Indonesia?

Ilustrasi dokter sedang praktik. (ANTARA/Hendra Nurdiyansyah)

Pekanbaru (ANTARA) - Kegundahan yang saat ini jamak mendera rekan sejawat dokter ahli penyakit dalam (internis) di Indonesia adalah terkait dengan arah dari keberlanjutan peran dan fungsi dokter internis yang berada di bawah naungan Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) yang menjadi satu-satunya Organisasi Kolegium Internis yang apabila mau secara jujur mengakui bahwa saat ini dapat dikatakan sedang tertinggal apabila dibandingkan dengan spesialisasi lainnya.

Mengapa demikian?

Dewasa ini, tuntutan zaman dengan semakin majunya teknologi dan perkembangan peradaban manusia membuat semua bidang keilmuan kedokteran berlomba-lomba untuk merubah diri, berpacu untuk berkembang dan melakukan penyesuaian dengan perubahan dunia medis yang sangat cepat.

Sayangnya, hal ini belum menyentuh keahlian internis di Indonesia yang ditandai dengan kurang progresifnya penambahan dokter Sub Spesialis di Keilmuan Internis. Bahkan bisa dikatakan cenderung stagnan dan melambat apabila dibandingkan kolegium Jantung, Neurologi dan lainnya.

Kondisi perlambatan/ketertinggalan dalam Kolegium Penyakit Dalam (internist) di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Adanya kecenderungan dari beberapa senior internis yang karena keahlian, pengalaman dan kewenangan yang dimilikinya cenderung ’’merasa selalu benar sendiri’’, tidak dapat beradaptasi dengan perubahan dan merasa gengsi untuk mengadopsi perkembangan dunia medis yang berjalan sangat cepat.

2. Ego yang dimunculkan selalu berpegangan argumentasi menghasilkan Sub Spesialis yang ”kualitas tinggi” yang pada akhirnya menjadi belenggu bagi kolega-kolega dokter Internis untuk dapat berkembang bersama dalam mengembangkan keilmuan Internis yang dimiliki.

Pada akhirnya, apabila mau jujur sebenarnya di balik semua argumentasi itu adalah tidak lain hanya bertujuan memiliki hak monopoli dalam keilmuan internis yang ujung-ujungnya bermotif materi.

3. Kondisi realita di tengah masyarakat saat ini yang sangat membutuhkan banyak dokter Sub Spesialis di kecabangan ilmu Penyakit Dalam yang sangat besar, tidak diimbangi dengan pertumbuhan (penambahan) dokter dengan kualifikasi Sub Spesialis yang dapat mencukupi perifer di wilayah Indonesia. Padahal, di satu sisi pemerintah (Kemenkes) sangat bersemangat mendorong Keilmuan Internis untuk berkembang atas dasar tuntutan kebutuhan yang sudah sangat mendesak.

Kemenkes melalui perencanaan yang dibuat berkeinginan agar di tiap kabupaten/kota terdapat konsultan di bidang penyakit dalam (Ginjal Hipertensi, Endokrin, Hemato Onkologi Medik, dll), namun hingga saat ini keinginan tersebut belum dapat terwujud.

4. Hingga saat ini Organbisasi yang menaungi ahli penyakit dalam di Indonesia (PAPDI) masih tidak bergeming dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan tuntutan keilmuan dari cabang Internis untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi dokter-dokter ahli penyakit dalam yang berkeinginan menambah ilmu Sub Spesialis yang ada. Sehingga rasio antara jumlah pasien dengan dokter sub spesialis menjadi tidak berimbang.

Padahal di satu sisi Pemerintah berdasarkan Undang-Undang memiliki kewajiban melengkapi rumah sakit di daerah daerah (kabupaten/kota) dengan dokter-dokter Sub Spesialis di bidang Internis.

Solusi yang harus ditempuh dalam mengatasi kekurangan dokter Sub Spesialis di bidang Internis adalah :

1. Pemerintah harus secara tegas memberikan target kepada Organisasi PAPDI (mandatory) untuk mulai membuka kesempatan seluas-luasnya kepada dokter Spesialis Internis di Indonesia untuk mengikuti pendidikan Sub Spesialis, dengan tujuan dapat menghasilkan dokter Sub Spesialis yang akan mengisi seluruh rumah sakit pemerintah di tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

2. Organisasi Profesi (PAPDI) harus mereformasi diri dengan berpatokan pada Program Pemerintah (Asta Cita ke 4: Memperkuat pembangunan SDM, sain, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan jender serta penguatan peran perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas) yang didasarkan pada kebutuhan nasional akan dokter Sub Spesialis yang harus diutamakan.

Seperti pendapat orang bijak: Perubahan adalah satu-satunya hal yang pasti. Tumbuh berarti berubah, dan bila takut berubah berarti takut pada kehidupan. Semoga bermanfaat.

drArnaldo Eka Putra. Sp.PD adalah DirekturRSUD Madani Pekanbaru