Pekanbaru (ANTARA) - Upaya kebangkitan kopi Arabika dari lereng Ijen, Bondowoso, mulai menunjukkan hasil. Dalam tiga tahun terakhir, dua sub Holding PTPN III (Persero), PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV PalmCo bersama PTPN I melalui skema Kerja Sama Operasi (KSO) di Java Coffee Estate (JCE) berhasil melakukan peremajaan atau replanting tanaman kopi seluas lebih dari 1.300 hektar. Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat posisi kopi Arabika Indonesia di pasar global.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko K. Santosa, menyebut replanting bukan semata mengganti tanaman tua, melainkan investasi masa depan bagi industri kopi nasional.
“Kami tidak hanya menanam pohon kopi, tapi menanam masa depan,” ujarnya, Jumat (14/11).
Replanting sebagai Investasi Hijau
Program replanting di JCE dimulai pada 2022 dan dilakukan bertahap. Sebanyak 383 hektar kebun diperbarui pada tahun pertama, disusul 251 hektar pada 2023, 407 hektar di 2024, dan ditargetkan 293 hektar pada 2025. Total kebun yang dikelola oleh JCE sendiri mencapai 3.530 hektar.
Bibit Arabika yang digunakan merupakan varietas unggul yang adaptif terhadap iklim pegunungan Ijen serta menghasilkan cita rasa khas. Penerapan praktik agronomi juga mengedepankan konservasi tanah dan air, dua unsur vital di kawasan lereng vulkanik yang rentan erosi.
“Replanting ini adalah investasi hijau. Kami ingin kebun tetap produktif tanpa mengorbankan keseimbangan lingkungan,” kata Jatmiko.
Produktivitas Terjaga, Ekspor Menguat
Menariknya, proses peremajaan besar-besaran ini tidak menurunkan kinerja produksi. Sepanjang 2025, produksi kopi ceri JCE tercatat mencapai 5.534 ton, naik dibanding 4.987 ton pada tahun sebelumnya. Sementara volume green bean atau biji kopi siap ekspor meningkat dari 825 ton menjadi 893 ton.
Produktivitas lahan pun stabil di kisaran 2.530 kilogram kopi ceri per hektar dan 409 kilogram green bean per hektar. Hingga Oktober 2025, JCE membukukan laba bersih sekitar Rp14 miliar.
Kinerja positif itu menjadi bukti bahwa pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan dapat berjalan beriringan.
“Pasar dunia kini menuntut transparansi dan tanggung jawab. Mereka ingin tahu dari mana kopi berasal dan bagaimana ia ditanam. Kami menjawab tuntutan itu melalui praktik yang bertanggung jawab dari hulu ke hilir,” kata Jatmiko.
Dari Lereng Ijen ke Pasar Dunia
Kopi Arabika Ijen dikenal memiliki karakter cita rasa yang khas — body ringan hingga sedang, aroma bunga, serta keasaman seimbang. Kombinasi itu menjadikan kopi JCE mulai menembus pasar ekspor di Asia Timur, Eropa, dan Amerika Utara.
> “Kopi Ijen punya keunggulan yang tak banyak dimiliki daerah lain. Dunia perlu tahu bahwa kopi terbaik juga tumbuh di Bondowoso, bukan hanya di Amerika Latin,” ujar Jatmiko menambahkan.
Sinergi BUMN dan Masyarakat
Kolaborasi antara PTPN IV dan PTPN I melalui skema KSO terbukti efektif dalam mempercepat pemulihan produktivitas kebun. Kedua BUMN berbagi peran dalam pengelolaan aset, manajemen, dan peningkatan mutu produksi.
Namun, bagi Jatmiko, keberlanjutan sejati tidak hanya diukur dari tonase panen atau laba perusahaan.
“Kami ingin masyarakat tumbuh bersama kami. Dari pekerja kebun, petani mitra, hingga generasi muda di sekitar Ijen — semua harus merasa punya masa depan dari kopi ini,” tuturnya.
Dengan fondasi yang kuat di tingkat kebun dan tata kelola berkelanjutan, kopi Arabika dari lereng Ijen kian siap memperkenalkan cita rasa Indonesia ke panggung dunia.
