Ganti rugi tanah belum kelar, ahli waris kembali blokir jalan perkantoran Bupati Meranti

id Jalan perkantoran Bupati Meranti diblokir ,Pemkab Meranti ,Jalan kantor Bupati Meranti ditutup

Ganti rugi tanah belum kelar, ahli waris kembali blokir jalan perkantoran Bupati Meranti

Evi Andriani, istri ahli waris bersama anaknya berdiri di salah satu jalan Perkantoran Bupati Kepulauan Meranti yang diblokirnya menggunakan seng pada Minggu (30/7/2023) kemarin. (ANTARA/Rahmat Santoso)

Selatpanjang (ANTARA) - Salah satu jalan di komplek Perkantoran Bupati Kepulauan Meranti kembali diblokir oleh sang ahli waris yang mengaku sebagai pemilik tanah.

Pantauan di lapangan, Senin, pemblokiran jalan tersebut buntut dari ganti rugi tanah yang belum kelar. Pemblokiran dilakukan oleh istri ahli waris menggunakan kayu dan ditutup seng sejak Minggu sekitar pukul 17.30 WIB.

Sebelumnya, pemblokiran yang sama pada akses keluar masuk sejumlah kantor OPD itu dilakukan ahli waris pada akhir 2022 lalu. Ahli waris diketahui bernama Eddy Suwanto.

Evi Andriani, istri dari ahli waris itu menyebutkan pemblokiran lantaran lahan yang sudah dibangun body jalan tersebut belum ada ganti rugi. Ia mengaku kecewa dan sudah kehilangan kesabaran karena terus dijanjikan oleh Pemkab Kepulauan Meranti.

"Ini memang hak kami, kalau seandainya tanah sudah dibayarkan kami tak akan berbuat seperti ini, kami juga tahu hukum dan paham aturan. Ini sudah sangat keterlaluan dan sudah 11 tahun mengulur-ulur waktu," ungkap Evi.

Tindakan tersebut, kata Evi, diambil melalui keputusan dan musyawarah dengan seluruh ahli waris beserta keluarga setelah haknya tidak dibayar oleh Pemkab.

"Dimulai periode Irwan Nasir (mantan Bupati Meranti 2010-2015 dan 2016-2021), Muhammad Adil (mantan Bupati Meranti periode 2021-2024) dan sampai Asmar (Plt Bupati Meranti) ini hanya janji belaka dan janji kosong saja," sebut Evi lagi.

Diakui Evi bahwa Pemkab Kepulauan Meranti berencana akan mengajukan gugatan adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Karena pihaknya memiliki surat lengkap, sementara Pemkab tidak memiliki sehelai pun surat terkait keabsahan lahan tersebut.

"Untuk itu kami harus berani karena ini adalah hak milik kami. Jika Pemda mau menuntut kami, mau surat yang bagaimana semua kami ada," ucapnya.

Ia menuturkan, jika pemblokiran tersebut ingin dibuka maka Pemkab Kepulauan Meranti harus membayar dulu ganti ruginya sebesar Rp1 miliar lebih. Dimana sebelumnya juga sudah diukur dengan ukuran 20 × 130 meter persegi dan per meternya dihargai Rp500 ribu.

"Kita tidak memberatkan Pemda dan bisa dilakukan negosiasi dengan membayar DP-nya dulu sebesar Rp200 juta dan sisanya kapan kita lakukan MoU. Dulu masa pemerintahan Muhammad Adil sudah dijanjikan akan dibayarkan pada APBD Perubahan dan harga permeter Rp 500 ribu juga sudah disetujui," jelas Evi.

Diungkapkan Evi bahwa Pemkab Meranti sudah beberapa kali menjanjikan akan membayarnya. Padahal di luar lahan yang disengketakan ini, pihaknya sudah menghibahkan tanah miliknya ke pemerintah daerah untuk dijadikan kantor.

"Penyakitnya Pemda ini terlalu banyak berjanji, bilang mau dibayarkan namun hingga saat ini tidak juga dibayarkan. Padahal di luar ini sudah banyak juga yang kita hibahkan. Jika Pemda mau membuka paksa kami juga bisa memaksa. Memang Pemda ada bukti, zalim ini zalim kalau Pemda tak mau bayar," ujarnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setdakab Kepulauan Meranti Afrinal Yusran mengatakan pemerintah kabupaten telah melakukan rapat dengan sejumlah pihak terkait.

"Sebenarnya kita sudah menyurati Pemkab Bengkalis tertanggal 10 Oktober 2022, minta jawaban apakah tanah itu sudah diganti rugi atau belum," sebutnya.

Jika sudah dilakukan pembayaran, tambah Yusran, pihaknya meminta disertakan bukti sebagai dasar bagi Pemkab Meranti dalam menyelesaikan masalah tersebut.

"Mereka (Pemkab Bengkalis) minta waktu untuk penelusuran dokumen, karena penyerahan aset itu dilakukan 2009 lalu. Terakhir kabar dari mereka, dalam 2 hari ini akan ada jawaban," ujarnya.

Untuk itu dia berharap pihak yang bersangkutan agar bersabar menunggu jawaban dari Pemkab Bengkalis.

"Pada dasarnya Pemkab Meranti tidak ingin menzalimi pihak manapun atau mengulur waktu dalam penyelesaian masalah itu," terang Yusran.

Menurutnya, sebagian besar tanah di Kepulauan Meranti merupakan hibah dari Pemkab Bengkalis sesuai undang-undang pemekaran. Oleh karenanya, Pemkab Meranti harus menunggu bukti dari Pemkab Bengkalis sebagai pelaku sejarah.

"Kalau misalnya sudah diganti rugi, kita tunjukkan buktinya kepada yang bersangkutan. Jika tidak puas silakan gugat ke Pengadilan," sebutnya.

Sedangkan, jika belum diganti rugi oleh Pemkab Bengkalis, maka Pemkab Meranti akan mulai membicarakan ganti rugi kepada ahli waris.

"Tentunya kita pastikan dulu siapa yang berhak, apa alas hak tanahnya dan kita runding berapa harganya. Nanti kita ajukan ke tim anggaran dan dilakukan pengadaan tanah untuk membayar ganti rugi tersebut," kata Yusran lagi.

Lebih lanjut, dikatakannya, sengketa tanah itu sudah berlangsung lama yakni sejak pemerintahan Bupati Irwan Nasir. Terhadap hal itu juga, Pemkab Meranti sudah mendudukkan permasalahan itu dengan pihak ahli waris lewat rapat.

"Kita minta mereka bersabar menunggu jawaban dari Bengkalis, jika tidak silakan gugat ke pengadilan biar pengadilan yang memutuskan. Tapi hingga kini belum ada gugatan yang masuk dari pihak ahli waris," terangnya.