Pekanbaru (ANTARA) - Sejumlah masyarakat yang berada di sekitar kawasan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menerima pesan berantai bernada provokasi bertepatan dengan aksi Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI), Kamis.
Isi pesannya mengajak orang pulang dan menilai aksi itu untuk kepentingan pribadi. Banyak yang mengaku dapat SMS serupa dari nomor tidak dikenal.
Pesan broadcast itu antara lain berbunyi, “Ahhh Demo ini bukan untuk kita, kepentingan keuntungan pribadi aja, bagus kita pulang aja ketimbang panas panasan tak jelas …” dan tersebar melalui SMS ke sejumlah nomor yang berada dalam lokasi aksi.
Selain pesan dengan bahasa Indonesia, dikirimkan pula SMS berisikan bahasa Batak yang berbunyi "Demo on dang tu hita on, holan parutungan ni na adong harikotan ni diri na be ... Tumagon ma hita mulak daripada mohop mohopan hita di son, ae so adong utung na di hita," isi pesan tersebut.
Warga yang menerima pesan tersebut menilai isinya dapat menimbulkan persepsi yang memecah opini publik terkait jalannya aksi yang menyampaikan lima tuntutan mengenai penertiban kawasan hutan, transparansi Agrinas, hingga pelaksanaan Putusan MK 35/2012 tentang tanah ulayat.
Hingga kini belum diketahui sumber dan motif penyebaran pesan berantai tersebut. Sedangkan perwakilan massa aksi saat ini sedang melaksanakan audiensi dengan Satgas PKH di Kejati Riau.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal KOMMARI, Abdul Aziz menyebutkan pihaknya memberikan beberapa tuntutan yang muncul dari akumulasi persoalan yang mereka nilai telah mencederai keadilan dan mengabaikan hak-hak masyarakat, terutama terkait penertiban kawasan hutan dan pengelolaan lahan sitaan.
Pertama, pihaknya mendesak Satgas PKH menunjukkan bukti pengukuhan kawasan hutan di Riau. KOMMARI meminta Satgas PKH membuka seluruh dokumen proses pengukuhan kawasan hutan Provinsi Riau, mulai dari SK 173 Tahun 1986 hingga SK 903 Tahun 2016. Bukti ini harus mencakup seluruh status kawasan, baik fungsi lindung/konservasi maupun kawasan hutan produksi.
"Selama bukti pengukuhan tidak dibuka secara transparan, tindakan Satgas PKH akan terus dianggap cacat prosedur dan merugikan masyarakat," sebut Abdul Aziz.
