Ribuan massa geruduk Kejati Riau terkait pengukuhan kawasan hutan

id Demo di Pekanbaru

Ribuan massa geruduk Kejati Riau terkait pengukuhan kawasan hutan

Ribuan masyarakat unjuk rasa di depan Kejati Riau terkait pengukuhan kawasan hutan (ANTARA/Annisa Firdausi)

Pekanbaru (ANTARA) - Ribuan masyarakat menggeruduk Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau lantaran dampak penerbitan kawasan hutan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), Kamis.

Aksi yang dilakukan oleh ribuan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI) tersebut, menyampaikan lima tuntutan utama mereka ke Kejati Riau.

Sekretaris Jenderal KOMMARI, Abdul Aziz menegaskan bahwa tuntutan ini muncul dari akumulasi persoalan yang mereka nilai telah mencederai keadilan dan mengabaikan hak-hak masyarakat, terutama terkait penertiban kawasan hutan dan pengelolaan lahan sitaan.

Pertama, pihaknya mendesak Satgas PKH menunjukkan bukti pengukuhan kawasan hutan di Riau. KOMMARI meminta Satgas PKH membuka seluruh dokumen proses pengukuhan kawasan hutan Provinsi Riau, mulai dari SK 173 Tahun 1986 hingga SK 903 Tahun 2016. Bukti ini harus mencakup seluruh status kawasan, baik fungsi lindung/konservasi maupun kawasan hutan produksi.

"Selama bukti pengukuhan tidak dibuka secara transparan, tindakan Satgas PKH akan terus dianggap cacat prosedur dan merugikan masyarakat," sebut Abdul Aziz.

Kedua, massa meminta penghentian seluruh aktivitas Satgas PKH dan PT Agrinas Palma Nusantara jika bukti tidak dapat ditunjukkan. Menurut KOMMARI, selama dokumen legal pengukuhan kawasan hutan tidak dibuktikan, maka seluruh kegiatan Satgas PKH dan Agrinas beserta kerja sama operasionalnya (KSO) harus dihentikan.

Ketiga, massa menuntut transparansi Agrinas mengenai luas lahan sitaan dan pendapatannya. KOMMARI menuntut PT Agrinas Palma Nusantara membuka informasi kepada publik terkait total luas lahan sitaan yang dikuasai, lahan yang dikerjasamakan (KSO) dengan pihak ketiga, serta total pendapatan dari seluruh kebun-kebun sitaan tersebut.

Keempat, massa meminta Pemerintah Pusat untuk menjalankan Putusan MK 35/2012 terkait tanah ulayat. Aziz menegaskan bahwa pemerintah harus segera menata batas tanah ulayat masyarakat adat di Riau secara transparan dan melibatkan komunitas adat.

"Tanah ulayat tidak boleh diperlakukan sebagai kawasan hutan negara begitu saja. Putusan MK 35 itu final dan mengikat," nilainya.

Dan kelima, massa meminta pemerintah menarik aparat bersenjata dari konflik lahan masyarakat. KOMMARI juga menuntut pemerintah pusat menghentikan pelibatan aparat bersenjata dalam setiap persoalan lahan yang bersinggungan dengan masyarakat sipil.

"Ini suara rakyat Riau. Kami ingin hukum ditegakkan, bukan dijadikan alat menekan warga," pungkasnya.

Pewarta :
Editor: Afut Syafril Nursyirwan
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.