Permintaan ikan salai Koto Masjid Riau tetap tinggi saat pandemi, begini penjelasannya

id ikan salai,ikan patin,dampak covid,kampung patin riau,desa koto masjid kampar,berita riau antara,berita riau terbaru

Permintaan ikan salai Koto Masjid Riau tetap tinggi saat pandemi, begini penjelasannya

Seorang warga menyusun ikan salai (asap) dari ikan patin di Desa Koto Masjid, Kabupaten Kampar, Riau, pada September 2020. (ANTARA/FB Anggoro)

Pekanbaru (ANTARA) - Dampak negatif pandemi COVID-19 ternyatatidak mempengaruhi bisnis di sentra ikan patin Provinsi Riau di Desa Koto Masjid, Kabupaten Kampar, karena permintaan produk olahan berupa ikan asap atau salai justru meningkat.

“Dampak pandemi di Koto Masjid tidak terlalu terasa karena kita memproduksi kebutuhan penting masyarakat, yaitu ikan asap yang jadi alternatf solusi untuk makanan pada masa pandemi,” kata pelopor perikanan ikan patin, Suhaimi kepada ANTARA di Desa Koto Masjid, Rabu.

Ia mengatakan produksi ikan salai kini menyerap bahan baku ikan patin segar sekitar 240 ton dalam sebulan. Jumlah itu ada sekitar 3-5 persen dari total produksi ikan segar di desa berjuluk Kampung Patin tersebut. Luas areal kolamdi desa tersebut sekitar 120 hingga 150 hektare yang mayoritas dikelola warga setempat, dan setiap hektare bisa terdiri dari delapan kolam patin.

Dalam sehari warga setempat bisa memanen 12 hingga 15 ton ikan segar, sehingga jumlah panen rata-rata mencapai 360 sampai 450 ton dalam sebulan.

Perikanan ikan tawar di Desa Koto Masjid dimulai sejak awal tahun 2000 dan sudah terintegrasi mulai dari pembibitan, pembuatan pakan, kolam ikan, hingga pengolahan jadi barang bahan makanan seperti ikan salai, abon ikan, nuget dan bakso ikan. Ikan salai dari Kampung Patin tersebut dijual dengan harga Rp70 ribu per kilogram, jauh lebih murah ketimbang ikan salai dari ikan sungai lainnya yang harganya ratusan ribu per kilogram.

“Justru di masa pandemi pembelian ikan asap lebih stabil karena harganya murah. Ikan salai juga tahan lama sehingga orang tidak perlu setiap hari ke pasar untuk belanja pada masa pandemi ini,” ujarnya.

Diversifikasi produk di bagian hilir membuat hasil panen kolam warga terserap langsung untuk pengolahan ikan salai. Harga jual ikan salai juga lebih tinggi daripada menjual ikan segar yang mencapai Rp14.500 per kilogram. Di desa tersebut terdapat 10 usaha pengasapan ikan yang mampu menyerap tenaga kerja hingga 150 orang.

Selain harganya yang murah, ikan salai dari patin terkenal karena kelezatannya dengan karakteristik dagingnya yang lebih lembut dan gurih. Produksi ikan salai Desa Koto Masjid dipasarkan di Riau dan daerah lainnya seperti Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Kepulauan Riau.

“Ikan salai kita juga dipasarkan sampai ke Brunai Darusalam, Malaysia dan Singapura yang dijual lewat perdagangan lintas batas,” kata Suhaimi.

Baca juga: Pekanbaru panen 2,5 ton ikan patin di tengah pandemi

Baca juga: Omset Budidaya Ikan Patin XIII Koto Kampar capai 35-50 juta perbulan

Baca juga: Pemprov Riau kembangkan wisata halal di Kabupaten Kampar