Pekanbaru (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Riau meminta kesadaran para pengelola apotek di wilayahnya agar menarik obat asam lambung merek Ranitidin dari peredaran secara sukarela mengingat masih ada syang memasarkannyawalau sudah dilarang.
"Imbauan ini menindaklanjuti instruksi Menteri Kesehatan. Kami meminta apotek untuk menarik obatnya dan dikembalikan ke pihak penyuplai," kata Kepala Diskes Provinsi Riau, Mimi Yuliani Nazir di Pekanbaru, Minggu.
Imbauan ini lanjutnya juga sekalian ditujukan bagi masyarakat yang biasa maupun belum pernah mengkonsumsi obat lambung Ranitidin agar menjauhinya atau tidak lagi mengkonsumsi karena bisa memicu kanker sesuai edaran BPOM.
"Masyarakat juga kami imbau agar lebih berhati-hati untuk tidak mengkonsumsi obat lambung jenis ini. Kalau obat ini bisa memicu penyakit kanker, kami tidak bisa mengeluarkan pernyataan karena memang harus ada kajian ilmiahnya," ujarnya.
Lebih lanjut Mimi mengatakan penarikan obat itu merupakan kewenangan BPOM. Kemudian apotek sudah melakukan pengumpulan obat merek Ranitidin berdasarkan berita acara BPOM.
"Untuk itu, kami berharap pihak-pihak penyedia obat harus mematuhi apa yang telah dikeluarkan oleh BPOM," tutupnya.
Perlu diketahui sebelumnya, obat lambung Ranitidin dilarang beredar di tengah masyarakat setelah BPOM RI mengeluarkan surat perintah penarikan maupun penarikan sukarela lima obat yang diduga mengandung N-Nitrosodimethylamine (NDMA). NDMAmerupakan salah satu senyawa yang berpotensi memicu kanker.
Penarikan Ranitidin ini sebenarnya berlaku global di seluruh dunia. Ini setelah hasil penelitian Badan Pangan dan Obat-obatan Amerika Serikat atau US Food and Drug Administration (FDA) menemukan obat ranitidin khususnya untuk sediaan injeksi, tercemar NDMA di atas ambang batas dan bisa memicu pertumbuhan kanker, sehingga obat ini dinilai berbahaya untuk manusia.
Selain US FDA, hasil penelitian yang sama juga didapati oleh Lembaga Pengawan Obat Eropa, European Medicine Agency (EMA). Saat ini, EMA juga sudah mengeluarkan larangan mengonsumsi Ranitidin di seluruh wilayah Eropa.
Mengutip dari laman resmi BPOM, studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake), dan bersifat karsinogenik. Jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
Baca juga: BBPOM Pekanbaru edukasi masyarakat agar cerdas beli produk
Baca juga: VIDEO - Peringati Hari Apoteker Dunia, Hisfarsi Riau bagi tips konsumsi obat yang benar