Ribuan guru demo Wali Kota Pekanbaru bawa keranda mayat. Ada apa ya?

id demo guru pekanbaru 2019,demo guru 2019,pengangkatan guru 2019,berita riau terbaru,berita hari ini,berita walikota pekanbaru terbaru,berita riau terki

Ribuan guru demo Wali Kota Pekanbaru bawa keranda mayat. Ada apa ya?

Demo guru di Pekanbaru, Kamis (21/3/2019). (Antaranews/Anggi Romadhoni)

Pekanbaru (ANTARA) - Ribuan guru pegawai negeri sipil dari berbagai Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama di Kota Pekanbaru kembali menggelar aksi damai menolak kebijakan walikota setempat yang menghapus tunjangan profesi tambahan penghasilan pegawai (TPP), Kamis.

Bahkan, dalam aksi damai dilakukan gedung Mal Pelayanan Publik sekaligus kantor Walikota Pekanbaru, Jalan Jenderal Sudirman tersebut, para guru yang didominasi kaum hawa membawa serta keranda.

Keranda yang dibalut kain kafan itu sebagai simbol matinya hati nurani Walikota Pekanbaru, Firdaus MT yang telah mengeluarkan kebijakan sepihak menghapus tunjangan profesi guru. Keranda bertuliskan "matinya hati nurani pejabat Walikota" tersebut digotong para pahlawan tanda jasa itu dan diletakkan persis di halaman kantor Walikota Pekanbaru.

Baca juga: Janji Prabowo: Dari Tabung Haji, Guru Honorer Hingga Program KB

Aksi demonstrasi ribuan pendidik yang tergabung dalam Forum Guru SD-SMP itu dipicu dengan kebijakan Firdaus, walikota Pekanbaru dua periode yang mengeluarkan Peraturan Walikota Pekanbaru nomor 7 tahun 2019.

Kebijakan tersebut menyebutkan bahwa guru bersertifikasi tidak lagi memperoleh tunjangan profesi berupa tambahan penghasilan dari pemerintah setempat. Bahkan, berdasarkan catatan Antara, aksi ini merupakan aksi yang keempat kalinya digelar para guru sepanjang Maret 2019 ini.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Pekanbaru Defi Warman?di sela-sela aksi demonstrasi mengungkapkan, guru-guru akan menghentikan aksi jika Firdaus bersedia menemui mereka di lapangan. Selama empat kali aksi digelar, walikota Pekanbaru tidak pernah menemui dan menjelaskan kepada para guru. Firdaus memilih untuk menjelaskan alasan penghapusan tunjangan tersebut melalui media.

Dia melanjutkan, penting untuk Wako menemui pendemo agar aksi unjuk rasa segera berakhir dan proses belajar mengajar terlaksana dengan baik. ?"Kami butuh penjelasan. Selama ini, Pemko Pekanbaru menyampaikan ke media termasuk surat resmi ke PGRI bahwasanya dasar TPP itu tidak diberikan adalah Permendagri Nomor 58 Tahun 2007, kata Defi.

Akan tetapi, dia menuturkan setelah dipelajari, Permendagri Pasal 39 tak memuat pelarangan pemberian TPP. Selain itu, dia juga mengatakan jika alasan Pemko Pekanbaru terkait penghapusan TPP tidak lagi sesuai dengan Permendikbud nomor 10. "Permendikbud ini sudah dicabut dan diganti dengan Permendikbud Nomor 33 Tahun 2018, ujarnya.

Baca juga: Ratusan guru Pekanbaru demonstrasi tolak kebijakan walikota

Sementara itu, Koordinator Forum Guru SD dan SMP, Zulfikar yang turut dalam aksi itu mengatakan saat ini ada lebih dari 7.000 guru yang mengantongi sertifikasi resah dengan kebijakan tersebut. Sejatinya, guru-guru di Pekanbaru telah bersabar dengan kebijakan sepihak walikota.

Dia menjelaskan, guru bersertifikasi awalnya masih menerima tambahan penghasilan Rp1,65 juta, namun kemudian tunjangan terus berkurang hingga Rp850 ribu. Belakangan, pada 2019 ini mereka tidak lagi mendapat tunjangan sama sekali setelah keluarnya kebijakan itu.

Untuk itu, dalam aksi yang sempat menyebabkan kemacetan panjang tersebut, Zulfikar dan para guru mendesak Firdaus merevisi aturan tersebut serta mencairkan TPP untuk seluruh sertifikasi Kota Pekanbaru, cairkan secara penuh 12 bulan di tahun 2019 sebesar Rp1.650.000/bulan.

Baca juga: DPRD Riau soroti kesenjangan jumlah guru di kota dan desa

Sepanjang demonstrasi itu digelar, Walikota sendiri tidak kunjung menemui para guru. Namun, Firdaus sebelumnya sempat menjelaskan bahwa kebijakan menghentikan pemberian tunjangan daerah kepada guru bersertifikasi telah sesuai aturan.

Bahkan, dia mengklaim telah mendapat dukungan dari pemerintah pusat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengeluarkan Perwako nomor 7 tahun 2019. Dia menjelaskan, sesuai regulasi guru bersertifikat tidak lagi diperbolehkan mendapat tunjangan dari daerah, sementara mereka telah mengantongi tunjangan dari pemerintah pusat.

"Guru bersertifikat dapat hak dari pusat. Di daerah kita tambah insentifnya. Tapi tahun ini atas arahan dari pusat dan KPK, tidak boleh terima dua tunjangan. Mau dana APBN atau APBD, itu sama-sama dana pemerintah," kata Firdaus kepada Antara pada awal Maret 2019 lalu.

Dia juga mengklaim telah menyampaikan hal tersebut kepada seluruh guru di Pekanbaru melalui Kepala Sekolah. Dia menuturkan, jalan tengah mengatasi tuntutan itu adalah guru harus memilih mendapat tunjangan sertifikasi pusat atau daerah.

"Maka, guru bersertifikat, silahkan milih, mau tunjangan sertifikasi atau daerah. Bagi yang belum (sertifikasi) otomatis dapat tunjangan daerah. Kalau minta dua-duanya tidak boleh lagi," jelasnya.

Selain itu, Firdaus juga menyesalkan tindakan guru yang turun ke jalan dalam menyampaikan aspirasi tersebut. Menurut dia, guru-guru harus lebih cerdas, dengan menyampaikan langsung aspirasinya ke Walikota, dan tidak dengan turun ke jalan.

"Tak perlu turun ke jalan, tidak selesai di jalanan. Kalau tidak jelas, kenapa tidak ke kantor walikota," ujarnya meskipun hingga kini dia tak kunjung menemui para guru.

Baca juga: Kakek "Jendral" dan Guru di Inhu ditangkap akibat Narkoba