Pekanbaru (ANTARA) - Serangan balasan Iran ke Pangkalan Udara Nevatim yang menyebabkan puluhan korban luka di Israel menjadi titik kritis dalam meningkatnya ketegangan militer antara dua kekuatan regional, Iran dan Israel. Serangan ini memperlihatkan bahwa konflik yang sebelumnya berlangsung melalui operasi tersembunyi dan serangan terbatas, kini berpotensi berkembang menjadi perang terbuka.
Iran meluncurkan Operasi True Promise 3 sebagai respons langsung terhadap serangan udara Israel ke wilayah Iran, termasuk ibu kota Teheran, yang menyebabkan lebih dari 70 korban jiwa. Dalam pernyataannya di Dewan Keamanan PBB, Perwakilan Tetap Iran, Amir Saeid Iravani, menyebut bahwa agresi Israel telah melanggar hukum internasional dan memicu “hak pembalasan yang sah”.
Sebaliknya, Israel mengklaim bahwa serangan balasan Iran telah menyebabkan kehancuran signifikan di Pangkalan Udara Nevatim di selatan negara itu, meskipun tentara Israel menyatakan jumlah korban relatif minim. Namun, laporan media setempat, termasuk Ynet, menyebutkan lebih dari 40 korban luka dan satu korban meninggal, meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya eskalasi yang tidak terkendali.
Sejumlah analis menilai, rangkaian serangan dan serangan balasan ini menunjukkan bahwa konflik tidak lagi bersifat sporadis, tetapi mulai menyerupai konflik konvensional langsung antara dua negara.
Jika tidak ada campur tangan diplomatik dari kekuatan besar dunia, situasi ini dapat memicu instabilitas regional yang luas, mengingat keterlibatan tidak langsung dari aktor-aktor lain seperti Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara Teluk.
Para pengamat juga memperingatkan bahwa fasilitas militer dan nuklir di kedua negara kini menjadi target utama, sehingga memperbesar risiko bencana kemanusiaan dan geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Baca juga: China Ambil Peran Penengah di Tengah Memanasnya Konflik Israel-Iran
Baca juga: Iran kecam serangan Israel sebagai pelanggaran Piagam PBB, tuntut respons DK PBB