Jakarta (Antarariau.com) Bea Cukai bekerja sama dengan PPATK, Ditjen Pajak, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan berhasil membongkar pelanggaran ekspor dengan modus pemberitahuan barang yang tidak sesuai dengan yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang dilakukan oleh PT SPL yang berlokasi di Bandung. PT SPL melakukan ekspor barang dalam PEB dengan pemberitahuan 4.038 roll kain. Pada Rabu (29/06/2016), berdasarkan informasi dari Bea Cukai Jawa Barat dan hasil analisis intelijen Bea Cukai Tanjung Priok, dilakukan penindakan dengan hasil pemeriksaan hanya kedapatan 583 roll kain. Dari hasil penindakan ini, dilakukan audit investigasi oleh Bea Cukai dan dilakukan pengembangan bekerja sama dengan PPATK, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Perusahaan dijerat dengan Pasal 103 huruf a atau pasal 102 huruf f UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan hasil audit investigasi, potensi kerugian negara yang diakibatkan oleh pelanggaran ini diperkirakan kurang lebih sebesar Rp118 Miliar. Atas kasus ini, telah ditetapkan dua orang tersangka, yaitu FL dan BS, serta telah dilakukan penyitaan terhadap 16 rekening bank, tanah dan bangunan, mesin tekstil, apartemen, dan polis asuransi.
Tidak berhenti sampai di situ, Bea Cukai Tanjung Priok bekerja sama dengan Kepolisian Resort Tanjung Priok, Bea Cukai Bandung, dan Kantor Wilayah Bea Cukai Jawa Barat berhasil menggagalkan upaya ekspor tekstil yang diberitahukan berupa curtain, namun setelah diperiksa petugas kedapatan berupa air dalam plastik yang kemudian dibungkus lagi dengan kain dan karton, pada Rabu (23/11/2016). Atas penelitian petugas, didapati bahwa ketiga kontainer tersebut adalah milik PT LHD, sebuah perusahaan penerima fasilitas Kawasan Berikat (KB) yang berada di wilayah Bandung.
Perkiraan nilai barang kurang lebih Rp7 Miliar. Terhadap pelanggaran ini, telah ditetapkan satu orang tersangka YT, yang merupakan oknum perusahaan dimaksud. Tersangka dijerat dengan Pasal 103 huruf a dan pasal 102A huruf d UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada konferensi pers yang digelar Rabu (03/05/2017), Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pelanggaran ekspor yang berhasil ditindak tidak hanya berupa pemberitahuan yang tidak benar pada dokumen PEB, namun juga berupa pembongkaran atau penimbunan barang tidak pada tempat yang ditentukan, seperti yang dilakukan PT WS, yang berlokasi di Bogor. Pada Sabtu (25/03/2017), petugas Bea Cukai berhasil menggagalkan laju lima unit truk milik PT WS yang mengangkut barang tekstil dan produk tekstil (TPT) dari KB, yang seharusnya ditujukan untuk diekspor, namun malah dibongkar di Pondok Gede, Bekasi. Atas penindakan ini, perusahaan dijerat Pasal 102A huruf d UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 karena membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin Kepala Kantor Pabean jo. Pasal 55 KUHP. Salah seorang tersangka berinisial KH turut diamankan oleh petugas.
Dijelaskan Sri Mulyani, penindakan terhadap TPT ilegal tidak henti-hentinya digencarkan. Hal ini merupakan rangkaian penindakan sebagai tindak lanjut arahan Presiden Jokowi kepada Kementerian Keuangan, Bakamla, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kepolisian untuk mencegah dan memberantas praktik penyelundupan pakaian bekas serta ekspor dan impor TPT ilegal yang masih terjadi, dimana sebelumnya pada Jumat (2/10/2015), Bea Cukai Tanjung Priok dan Bea Cukai Jawa Barat juga berhasil mengungkap kasus impor tekstil ilegal PT KYH dan PT YI, yang berlokasi di Purwakarta, dengan modus membongkar barang impor di luar KB untuk langsung diangkut ke tempat lain dan dijual ke pembeli akhir tanpa membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Atas pelanggaran ini telah ditetapkan lima orang tersangka AMF, EWY, AF, JJ, dan PK. Tersangka dijerat dengan Pasal 103 huruf a UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Total potensi kerugian negara kurang lebih mencapai Rp2 Miliar.
Berdasarkan data penindakan secara nasional, di tahun 2015 hingga 2017 Bea Cukai telah berhasil melakukan penindakan terhadap 179 kasus penyalahgunaan fasilitas KB yang terjadi di beberapa daerah, antara lain di Bandung, Purwakarta, Cikarang, Semarang, Bekasi, dan Bogor. Bea Cukai juga berhasil menindak 358 kasus penyelundupan pakaian bekas (ballpress) pada periode 2015 hingga 2017. Penindakan terhadap ballpress tersebut termasuk dilakukan melalui patroli laut gabungan di perairan Selat Melaka dengan Operasi Gerhana yang melibatkan Kantor Wilayah Bea Cukai di seluruh pulau Sumatera dan didukung oleh Pangkalan Kapal Bea Cukai Tanjung Balai Karimun dan Batam. Untuk memperkuat Operasi Gerhana, Bea Cukai pun melaksanakan penindakan terhadap pelanggaran impor dan ekspor di berbagai pelabuhan utama, khususnya komoditas TPT. Pada periode 2015 hingga 2017, Bea Cukai berhasil menindak 1.477 kasus pelanggaran ekspor impor TPT.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan c.q. Bea Cukai berkomitmen untuk melakukan tindakan dalam mendukung industri TPT yang bersih, transparan, dan sesuai peraturan yang berlaku, serta mendukung iklim investasi yang baik dan mendorong ekspor produk manufaktur Indonesia dengan cara memberikan kemudahan prosedur bagi impor bahan baku yang selanjutnya akan diproduksi dan berorientasi ekspor. Dalam hal ini, komoditas TPT merupakan salah satu produk manufaktur utama yang direkomendasikan untuk peningkatan ekspornya.
Seiring dengan hal tersebut dan untuk menindaklanjuti secara teknis, Kementerian Keuangan c.q. Bea Cukai mengajak bersinergi beberapa Kementerian/Lembaga terkait antara lain:
1. Kementerian Perdagangan untuk mengadakan program subsidi agar menghasilkan TPT dengan harga terjangkau untuk daerah perbatasan dan pemenuhan kebutuhan TPT dengan kebijakan keran impor TPT dalam jumlah yang terbatas dan diawasi, serta untuk melaksanakan operasi pasar TPT ilegal.
2. Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk mendorong fasilitas PLB agar dapat mengakomodasi kebutuhan UMKM.
3. Kementerian Sosial untuk memenuhi kebutuhan pakaian di perbatasan dengan melakukan pengumpulan pakaian bekas layak pakai untuk disumbangkan ke daerah yang kurang pasokan produk tekstil.
4. DJP untuk melakukan joint analysis, joint assistance, joint data (sharing), joint audit, dan joint collection bersama dengan Bea Cukai.
5. Bareskrim Polri dan Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga Kemendag melakukan edukasi dan penertiban terhadap TPT ilegal.
Sri Mulyani menegaskan bahwa penyempurnaan kebijakan prosedur importasi TPT membutuhkan komitmen bersama dari berbagai pihak sebagai bentuk kepedulian, keinginan, dan tekad bersama untuk mengembangkan industri TPT, menstabilkan harga TPT dalam negeri, dan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.