Jakarta, 22 Juni 2016 (Antarariau.com) –Hari ini Greenpeace Indonesia memenuhi undangan sidang pertama di Komisi Informasi Publik di Jakarta. Hal tersebut sehubungan dengan gugatan Greenpeace terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait keterbukaan informasi geospasial/peta. Keterbukaan atas informasi peta merupakan hal penting dalam mendorong perbaikan tata kelola hutan dan sumber daya alam serta menjamin hak dan partisipasi publik pengawasan tata kelola hutan.
Beberapa waktu lalu, Greenpeace mengirim tim investigasi ke Pangkalan Terap Kecamatan Teluk Meranti untuk mengumpulkan informasi mengenai kebakaran yang terjadi. Kebakaran terjadi dan disebabkan oleh praktek pengeringan gambut di perkebunan kelapa sawit. Dari foto-foto yang terlampir [1] terlihat meskipun pemerintah telah menetapkan peraturan untuk menutup kanal-kanal di perkebunan, praktik yang berbahaya ini masih terus dilakukan, mengancam kehidupan masyarakat dan perlindungan lingkungan. Pemantauan secara partisipatif oleh masyarakat hanya dimungkinkan jika Pemerintah bersedia membuka akses informasi kepada publik.
Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Teguh Surya, mengatakan:
“Kebakaran hutan dan lahan gambut seperti ini tidak terjadi tanpa sebab. Api ini dipicu oleh pengelolaan lahan yang buruk – perambahan hutan dan pengeringan lahan gambut. Perlindungan gambut sangat penting untuk mencegah kebakaran, sama pentingnya dengan mencegah perambahan hutan. Namun saat ini, akses informasi peta yang menunjukkan kawasan konsesi, tutupan hutan dan kedalaman lahan gambut masih tertutup untuk publik.
“Publik memiliki hak atas informasi yang dapat membantu pencegahan kebakaran hutan dengan cara memantau secara langsung / tidak langsung atas deforestasi dan pemberian ijin konsesi. Perlindungan gambut sangat penting untuk pencegahan kebakaran. Akses informasi peta yang terbuka memungkinkan lembaga penegak hukum dan masyarakat untuk memantau kawasan yang rentan terbakar, dan melakukan aksi pencegahan termasuk mendorong penegakan hukum yang lebih terbuka.
Greenpeace meminta pemerintah untuk membuka data penting terkait hutan Indonesia kepada publik. Gugatan Greenpeace meminta agar data disediakan dalam bentuk peta berformat shapefile. Format tersebut memungkinkan untuk setiap anggota masyarakat lainnya dapat menggabungkan peta resmi yang dikeluarkan pemerintah dengan gambar satelit terkini atau informasi digital lainnya untuk membuat analisis. Hasil analisis nantinya dapat menunjukkan letak lokasi kebakaran atau letak lokasi hutan yang sedang dibuka, dan kemudian mengetahui siapa yang harus bertanggung jawab di lokasi tersebut. Oleh karena itu, untuk menjawab hal tersebut akses data-data kehutanan penting untuk dibuka agar pelaku pengrusakan bisa diketahui dan dimintai pertanggungjawabannya.
Sebagai kuasa hukum Greenpeace dalam gugatan keterbukaan informasi ini, Bapak Iskandar Sonhadji, S.H. mengatakan:
“Hukum sangat jelas, informasi yang dihasilkan oleh badan-badan publik adalah milik publik.
Tapi saat ini data yang ditutup malah menimbulkan pertanyaan dan misteri yang belum tersingkap tentang siapa pemilik lahan-lahan konsesi. Ketika kebakaran hutan besar terjadi tahun lalu, masyarakat, petugas pemadam kebakaran bahkan polisi baru menyadari mereka tidak memiliki akses ke data-data penting yang dibutuhkan untuk memadamkan api serta untuk mencegah kebakaran terjadi lagi. Perjuangan ini bukan hanya demi keterbukaan informasi, tapi yang lebih penting lagi perjuangan ini untuk masa depan hutan yang bebas dari api.”