Moskow (ANTARA) - Sedikitnya 10 warga Gaza dilaporkan meninggal dunia akibat kelaparan dalam 24 jam terakhir, menambah daftar panjang korban menjadi 111 jiwa—mayoritas adalah anak-anak. Demikian disampaikan Kementerian Kesehatan Gaza, Rabu (23/7).
“Dalam 24 jam terakhir, telah tercatat 10 kematian akibat kelaparan dan malnutrisi di rumah sakit-rumah sakit Gaza,” ujar pihak kementerian melalui Telegram.
Lonjakan ini menandai situasi kemanusiaan yang makin memburuk di bawah blokade total Israel, yang telah memutus pasokan air, makanan, listrik, bahan bakar, dan obat-obatan sejak Oktober 2023.
Baca juga: Tragedi Bantuan di Gaza, Uni Eropa Kecam Tindakan Mematikan Israel
Kementerian sebelumnya telah memperingatkan potensi kenaikan signifikan angka kematian di tengah kelangkaan bantuan medis dan gizi, terutama di kalangan anak-anak dan lansia.
Sejak dimulainya agresi Israel pada Oktober 2023, lebih dari 59.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 142.000 lainnya terluka, menurut data Kemenkes Gaza.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut kapasitas rumah sakit Gaza sangat terbatas—dengan hanya sekitar 2.000 tempat tidur tersedia untuk dua juta penduduk, dan hanya separuh fasilitas medis yang masih berfungsi.
Baca juga: Krisis Memburuk: Jalur Bantuan untuk Warga Gaza di Ambang Kehancuran
Situasi ini dipicu oleh serangan besar-besaran Israel menyusul aksi Hamas pada 7 Oktober lalu, yang menewaskan sekitar 1.200 warga Israel dan mengakibatkan lebih dari 200 orang disandera. Sebagai respons, Israel melancarkan serangan darat serta memberlakukan blokade penuh terhadap wilayah Gaza.
Sementara itu, upaya diplomatik untuk menghentikan kekerasan terus dilakukan. Menlu Mesir, Badr Abdelatty, menyatakan bahwa Kairo bersama para mediator tengah mendorong kesepakatan gencatan senjata selama 60 hari dan pembebasan sandera. Perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas pun dilanjutkan di Doha sejak 6 Juli lalu.