Moskow (ANTARA) - Sekitar 80 persen Jalur Gaza hancur total dan lebih dari 1 juta penduduknya tinggal di tenda-tenda darurat di jalanan, kata Duta Besar Palestina untuk Austria dan Pengamat Tetap Palestina di PBB Salah Abdel Shafi.
"Orang-orang perlu tempat berlindung. Tak ada sekolah lagi, seluruh 14 universitas hancur dan lebih dari separuh gedung sekolah lenyap," katanya.
Baca juga: Kerja Sama RI-Jepang Dorong Pemulihan Gaza Melalui CEAPAD
Otoritas Gaza mengatakan Israel mencegah masuknya pasokan penting seperti pemanas, bahan insulasi, kabin sanitasi, tenda, kasur, dan selimut. Cuaca dingin dan hujan memperburuk kondisi sekitar 288.000 keluarga yang hidup dalam kesulitan.
Pada awal November, otoritas Gaza mengatakan Israel hanya mengizinkan 4.400 truk berisi makanan, bahan bakar, dan barang lain masuk sejak gencatan senjata dengan kelompok Hamas dimulai. Jumlah itu hanya sekitar 28 persen dari bantuan yang telah disepakati.
Saat ini, Israel masih memblokir lebih dari 350 jenis bahan pangan, termasuk daging, ikan, telur, buah, sayur, dan beberapa produk susu ke Jalur Gaza.
Gencatan senjata antara Israel dan kelompok perlawanan Hamas di wilayah kantong Palestina itu mulai berlaku pada 10 Oktober.
Tiga hari kemudian, Presiden AS Donald Trump, Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi, Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menandatangani deklarasi gencatan senjata Gaza.
Baca juga: PBB Soroti Hambatan Serius dalam Pengiriman Bantuan ke Gaza
Hamas membebaskan seluruh 20 sandera yang masih hidup dan ditahan sejak 7 Oktober 2023. Sebagai gantinya, Israel membebaskan sekitar 2.000 tahanan Palestina, termasuk narapidana yang menjalani hukuman panjang.
Sumber: Sputnik/RIA Novosti
