Kampar (ANTARA) - Polda Riau menangkap empat pelaku perambahan hutan yang diduga mengelola kebun kelapa sawit secara ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung Si Abu, Kabupaten Kampar.
Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan saat pengungkapan kasus di lokasi kejadian, Senin, mengatakan pengungkapan kasus ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat yang diterima pada akhir Mei 2025.
“Para tersangka membuka dan mengelola kebun sawit secara ilegal di kawasan hutan lindung. Ini jelas pelanggaran undang-undang kehutanan dan merusak lingkungan hidup,” sebut Irjen Herry.
Ia mengungkapkan, lahan yang telah dibuka dan ditanami sawit oleh para pelaku diperkirakan mencapai puluhan hektare, dengan usia tanaman bervariasi antara enam bulan hingga dua tahun.
Dikatakannya, Polda Riau berkomitmen kuat untuk menindak tegas segala bentuk kejahatan yang mengancam kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam.
“Melindungi tuah, menjaga marwah, menjadi semangat kami dalam upaya pelestarian lingkungan di Bumi Lancang Kuning,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap perusakan hutan. Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan merupakan bagian dari upaya Polri menyelamatkan masa depan ekosistem dan masyarakat.
“Tindak pidana kehutanan bukan sekadar pelanggaran administrasi lahan, melainkan kejahatan yang berdampak sistemik terhadap ekologi, iklim, dan keselamatan generasi mendatang,” tutur Irjen Herry.
Lanjutnya, penegakan hukum ini juga menjadi bagian dari implementasi kebijakan Green Policing, yaitu pendekatan kepolisian dalam menjaga kelestarian lingkungan secara preemtif, preventif, dan represif.
“Sebanyak 21 kasus kehutanan telah kami tangani sepanjang tahun 2025, dengan total luas lahan terdampak mencapai 2.360 hektare,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan menjelaskan, empat tersangka yang diamankan yakni MM (40), BT (48), Y (43), dan MYT (50).
“Mereka berperan sebagai pemilik, pengelola, hingga pihak yang menghibahkan lahan melalui skema adat,” ujar Kombes Ade.
Ia mengatakan, modus operandi para pelaku dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan celah administratif di tingkat lokal. Mereka menggunakan berbagai dokumen seperti surat hibah, kwitansi jual beli, serta perjanjian kerja untuk melegitimasi aktivitas mereka.
“Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan dokumen hibah dan surat adat. Faktanya, seluruh kegiatan berlangsung di kawasan hutan lindung yang dilindungi undang-undang,” katanya.
Menurut Ade, Polda Riau tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga berupaya memutus rantai kejahatan lingkungan secara menyeluruh.
“Kami akan terus mengejar pihak-pihak yang terlibat, termasuk aktor intelektual atau pihak yang mengambil keuntungan dari kegiatan ilegal ini. Penegakan hukum di bidang lingkungan hidup harus dilakukan secara menyeluruh, berkeadilan, dan memberikan efek jera,” katanya.
Dalam penindakan di lokasi, polisi turut mengamankan barang bukti berupa dokumen transaksi, surat hibah, alat pertanian, alat berat, dan stempel lembaga adat.
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, junto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, serta Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukuman bagi para pelaku mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp7,5 miliar.