Singapura (ANTARA) - Harga minyak turun lebih dari satu persen di perdagangan Asia pada Senin sore, mundur dari kenaikan minggu lalu, karena pertanyaan tentang ekonomi China melebihi pengurangan produksi OPEC+ dan penurunan ketujuh berturut-turut dalam jumlah rig minyak dan gas yang beroperasi di Amerika Serikat.
Minyak mentah berjangka Brent tergelincir 78 sen atau 1,0 persen, menjadi diperdagangkan di 75,83 dolar AS per barel pada pukul 06.55 GMT, setelah jatuh sebanyak 1,27 dolar AS menjadi 75,34 dolar AS.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terpangkas 76 sen atau 1,1 persen, menjadi diperdagangkan di 71,02 dolar AS per barel, setelah turun 1,15 dolar AS menjadi 70,63 dolar AS.
Pekan lalu, Brent membukukan kenaikan 2,4 persen dan WTI terangkat 2,3 persen.
"Ketidakpastian ekonomi China mungkin telah menyebabkan aksi jual setelah rebound dua hari di pasar minyak menjelang keputusan Bank Sentral China (PBoC) tentang suku bunga dasar pinjaman (LPR) minggu ini," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets. .
Sejumlah bank besar telah memangkas perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China 2023 setelah data Mei pekan lalu menunjukkan pemulihan pasca-COVID di ekonomi terbesar kedua dunia itu goyah.
China secara luas diperkirakan akan memangkas suku bunga acuan pinjaman pada Selasa (20/6/2023), menyusul pengurangan serupa dalam pinjaman kebijakan jangka menengah minggu lalu untuk menopang pemulihan ekonomi yang goyah.
Sumber mengatakan kepada Reuters bahwa China akan meluncurkan lebih banyak dukungan stimulus untuk ekonomi yang melambat tahun ini, tetapi kekhawatiran atas utang dan pelarian modal akan membuat langkah-langkah yang ditargetkan menopang permintaan yang lemah di sektor konsumen dan swasta.
Namun, throughput (tingkat pengolahan) kilang China naik pada Mei ke rekor tertinggi kedua, membantu meningkatkan keuntungan minggu lalu, dan perusahaan-perusahaan energi AS memangkas jumlah rig minyak dan gas alam yang berfungsi selama tujuh minggu berturut-turut untuk pertama kalinya sejak Juli 2020.
Jumlah rig minyak dan gas, indikator awal produksi masa depan, turun 8 menjadi 687 dalam seminggu hingga 16 Juni, terendah sejak April 2022..
Harga minyak pada Senin juga lebih rendah di tengah ekspektasi bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, atau OPEC+, akan berjuang untuk memenuhi kuota produksi, kata Edward Moya, analis senior di OANDA.
"Rosneft menyatakan kartel produsen minyak berfokus pada ekspor dan bukan produksi," kata Moya, mengacu pada komentar yang dibuat oleh Igor Sechin, kepala perusahaan energi utama Rosneft Rusia.
Berbicara di forum ekonomi pada Sabtu (17/6/2023), Sechin mengatakan akan tepat bagi OPEC+ untuk memantau volume ekspor minyak serta kuota produksi karena ukuran pasar domestik masing-masing negara berbeda.
Awal bulan ini, OPEC+ telah menyetujui kesepakatan produksi minyak baru. Produsen terbesar kelompok itu, Arab Saudi, juga berjanji akan memangkas produksinya pada Juli.
Baca juga: Indonesia berpeluang untuk penuhi kebutuhan minyak nabati dunia 2050
Baca juga: Harga minyak naik di awal Asia ketika pasar tunggu data ekonomi utama China
Berita Lainnya
Menteri ESDM Bahlil sebut kenaikan PPN 12 persen tak pengaruhi harga BBM
19 December 2024 16:58 WIB
Prof Haedar Nashir terima anugerah Hamengku Buwono IX Award dari UGM
19 December 2024 16:35 WIB
NBA bersama NBPA hadirkan format baru untuk laga All-Star 2025
19 December 2024 16:16 WIB
PPN 12 persen, kebijakan paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi
19 December 2024 15:53 WIB
Pertamina Patra Niaga siap lanjutkan program BBM Satu Harga di 2025
19 December 2024 15:47 WIB
BNPT-PBNU sepakat terus perkuat nilai Pancasila cegah ideologi radikalisme
19 December 2024 15:38 WIB
Maskapai Garuda Indonesia tambah pesawat dukung operasional di liburan
19 December 2024 15:19 WIB
Kemenekraf berkolaborasi untuk bantu promosikan produk kreatif
19 December 2024 14:52 WIB