Selatpanjang (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kepulauan Meranti menemukan pelanggaran saat seleksi perekrutan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, karena ada sejumlah peserta yang tidak memenuhi syarat.
"Iya, ada lima nama (calon anggota PPS) yang masuk dalam pelanggaran. Saat ini, mereka sudah lolos secara administrasi dan tes tertulis CAT," ungkap Ketua Bawaslu Kepulauan Meranti, Syamsurizal kepada ANTARA, Kamis.
Ia menyebutkan kelima calon anggota PPS yang tidak memenuhi syarat antara lain yakni, dua peserta terindikasi masih menjadi pengurus parpol saat ini lebih dari lima tahun, dan dua orang lainnya pernah menjadi calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Meranti pada 2019 lalu.
Sedangkan satu orang lagi terindikasi tidak memenuhi syarat karena saat mendaftar PPS menggunakan ijazah Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Itu tak boleh, karena sesuai ketentuan syarat jenjang pendidikan saat mendaftar itu minimal harus tingkat sekolah menengah atas (SMA)," jelas Syamsurizal.
Atas temuan tersebut, Bawaslu telah menyurati KPU Kepulauan Meranti dan menyarankan agar melakukan perbaikan terhadap nama-nama tersebut dari rekrutmen pembentukan PPS Pemilu 2024. Menurut Syamsurizal, dari hasil pengawasan pihaknya hal itu ada dugaan kesalahan secara administrasi.
"Kita sarankan (KPU) untuk melakukan perbaikan terhadap temuan tersebut, sehingga berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kita mengingatkan secara mekanisme, karena perbaikan ini adalah satu upaya pencegahan," tuturnya.
Menanggapi hal itu, pihak KPU Kepulauan Meranti mengaku telah menindaklanjuti saran perbaikan dari Bawaslu dengan melakukan kajian, penelitian dan penelusuran. Tiga orang peserta yang terbukti melanggar sudah digugurkan.
Tiga nama yang telah digugurkan itu diantaranya dua orang terbukti menjadi Caleg dalam Pileg 2019 lalu dan bergabung dalam parpol. Sementara syaratnya minimal lima tahun tidak bergabung menjadi parpol. Satu lagi terbukti menggunakan ijazah SMP.
"Secara umum memang terjadi human error. Karena kita melakukan pengecekan peserta terlibat atau menjadi pengurus parpol melalui aplikasi Sipol. Kita tidak melakukan pengecekan manual," sebut Komisioner KPU Bidang Parmas dan SDM, Hanafi ketika dikonfirmasi.
Kemudian sisa dua nama lainnya, tambah Hanafi, diakui yang bersangkutan bahwa nama mereka dicatut oleh parpol. Untuk memastikan itu, pihak KPU juga sudah melakukan klarifikasi terhadap yang bersangkutan.
"Kita sudah mengklarifikasi terkait temuan tersebut, dan mereka tidak merasa menjadi pengurus salah satu parpol yaitu partai Demokrat," jelas Hanafi.
Peserta yang dimaksud, ujar Hanafi, adalah mantan Ketua PPS Desa Nipah Sendanu dan salah seorang mahasiswa aktif pada 2020 lalu. Mereka telah menunjukkan surat yang menyatakan bukan kader dan pengurus partai.
"SK ketua PPS tersebut terbit pada 2020 lalu, artinya tidak mungkin beliau adalah pengurus ketika masih menjadi ketua PPS aktif di Pilkada serentak 2020. Bahkan mereka juga sudah menunjukkan surat yang menyatakan bukan kader dan pengurus parpol yang ditandatangani oleh Ketua Demokrat," pungkasnya.