IKA-ITS Sesalkan Jemput Paksa Tersangka "Biorememediasi"

id ika-its sesalkan, jemput paksa, tersangka biorememediasi

Pekanbaru, (antarariau.com) - Pengurus Pusat Ikatan Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (IKA-ITS) menyesalkan langkah Kejaksaan Agung yang menjemput paksa Bachtiar Abdul Fatah, tersangka kasus korupsi proyek pemulihan lahan tercemar limbah minyak (bioremediasi) PT Chevron Pasific Indonesia.

"Langkah jemput paksa oleh Kejagung adalah langlah yang salah dan tidak berlandaskan," kata Ketua Umum IKA-ITS Irnanda Laksanawan dalam surat elektroniknya yang diterima Antara Pekanbaru, Minggu.

Setelah sempat diperiksa di Kejagung dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada hari Jumat (17/5), Bachtiar langsung ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur.

Ini berkaitan erat dengan keputusan majelis hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 27 November 2012 bahwa penetapan tersangka terhadap Bachtiar tidak sah, katanya.

Menurut Irnanda, pelimpahan berkas untuk Bachtiar selayaknya tidak diteruskan dan kejaksaan juga seharusnya tidak menahan kembali Bachtiar.

Pada tanggal 7 Mei 2013, pengadilan negeri telah menjatuhkan putusan bersalah kepada dua kontraktor Chevron dalam kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi Chevron di Minas, Kabupaten Siak, Riau.

Ia menyatakan bahwa pihaknya mencemaskan dampak dan implikasi kasus tersebut sehingga tidak hanya memengaruhi kelangsungan operasi migas, tetapi juga keberlanjutan investasi masa depan di Indonesia.

Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membuka Konferensi Indonesian Petroleum Association (IPA) dua hari lalu (15/05), kata dia, telah menyatakan pentingnya kepastian hukum dalam industri migas.

Irnanda mengatakan bahwa IKA-ITS mengingatkan bahwa kejelasan, konsistensi, dan kepastian hukum adalah kunci yang dapat mendorong industri migas untuk meningkatkan investasinya di Indonesia.

Kasus bioremediasi, menurut dia, sangat berpotensi mengganggu langkah Pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dalam industri migas.

Pihaknya juga mencermati sektor hulu minyak dan gas bumi bekerja atas dasar kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC). Kontrak ini berlandaskan atas UU Minyak dan Gas Bumi sebagai kerangka hukum untuk melaksanakan operasi perminyakan sebagaimana didefinisikan dalam PSC tersebut, termasuk mekanisme hukum untuk menangani potensi sengketa.

IKA ITS, kata dia juga menilai setiap aktivitas industri hulu migas didasarkan pada proses baku, tinjauan, dan persetujuan Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS), serta lembaga negara lainnya, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup, dan diaudit secara teratur oleh auditor pemerintah.

Pihaknya mencermati bahwa Kementerian Lingkungan Hidup telah menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran peraturan dan perundang-undangan lingkungan hidup dalam proyek bioremediasi.

"Dengan demikian, tidak selayaknya kasus bioremediasi ini dibawa ke ranah hukum pidana korupsi. Jika pun dinilai ada permasalahan dalam proyek tersebut, membawa ke ranah perdata lebih cocok," demikian Irnanda.