Pakar lingkungan nilai konflik di lahan Desa Gondai akibat kurang pengawasan

id konflik lahan riau,konflik desa gondai,pakar lingkungan elviriadi,berita riau antara,berita riau terbaru

Pakar lingkungan nilai konflik di lahan Desa Gondai akibat kurang pengawasan

Ilustrasi konflik lahan.(Arsip Antaranews)

Pekanbaru (ANTARA) - Pakar lingkungan Riau Dr.Elviriadimenyatakan konflik berkepanjangan antara PT Peputra Supra Jaya (PSJ) dan PT Nusa Wana Raya (NWR) terkait lahan di Desa Pangkalan Gondai, Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, akibat kurangnya pengawasan dari pemerintah dari tingkat pusat dan daerah.

"Dalam kasus lahan di Gondai izin kehutanan yang dikeluarkan pemerintah masih kurang dan sangat minim aspek sosial yuridis. Baik itu berupa HPH, HTI, bahkan juga HGU," ujar Elviriadi, di Pekanbaru, Selasa.

Selain itu, kata pria yang juga sebagai Ketua Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah itu, ada dua hal yang cukup krusial dalam pembangunan usaha hutan.

Di antaranya adalah kurangnya pengawasan visi kehutanan termasuk perencanaan hutan. Kemudian, benturan dengan masyarakat adat yang sudah bermukim di lahan yang diberi izin.

"Dua hal itulah yang menjadi faktor utama konflik agraria di Indonesia. Seperti halnya di Desa Gondai itu," terang pria gempal yang juga menjabat selaku Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu.

Menurut dia, kepala persukuan atau ninik mamak adat dapat menyatakan keberatan atas izin konsesi. Dengan alasan lahan yang hendak dibuka itu difungsikan sebagai keperluan umum. Seperti pemakaman umum, Padang ternak, pekarangan masjid dan sekolah atau bahkan artefak budaya dan hutan larangan.

"Ada 'win-win solution' dari kedua belah pihak. Untuk anak kemanakan Batin Palubi dan Batin Sungai Serdang diberi areal pecadangan seluas 4000 hektar. Dan batin pesukuaan lainnya 1000 hektar, sesuai kesepakatan di Lembaga Adat Petalangan tahun 1998. Kemudian apakah ini disetujui pemerintah? Bagaimana kelanjutannya? Kok sekarang timbul konflik sehingga kebun sawit warga hendak dieksekusi?," tanyanya.

Dengan begitu, pria yang kerap jadi saksi ahli itu mengatakan bah itu akibat dari lemahnya pengawasan pihak terkait dan mengaku telah telah berkoordinasi dengan Sekjend Kementerian LHK Bambang Hendroyono, terkait permasalahan ini.

"Kata pak Sekjend penyelesaian sawit rakyat dalam ijin konsesi diatur dalam UU Cipta Kerja. Jadi tak bisa dieksekusi begitu saja. Saya juga sudah berkoordinasi dengan Deputi II Kantor Staf Presiden Bung Abetnego Tarigan. Intinya KSP minta penyelesaian konkrit setelah penundaan eksekusi," tutur akademisi yang dikenal vokal itu.

Baca juga: Polemik lahan di Desa Gondai, Pengamat: bisa diselesaikan secara perdata

Baca juga: Terkait eksekusi lahan Desa Gondai, Presiden agar turun tangan berikan solusi

Baca juga: Balada petani sawit Pelalawan terancam kehilangan mata pencaharian