DPRD Riau rampungkan 17 rekomendasi penyelesaian konflik lahan

id DPRD Riau, Konflik Lahan, Masyarakat Vs Perusahaan

DPRD Riau rampungkan 17 rekomendasi penyelesaian konflik lahan

Rapat internal Pansus Penyelesaian Konflik Lahan DPRD Provinsi Riau. (ANTARA/dok)

Pekanbaru (ANTARA) - Panitia Khusus (Pansus) Konflik Lahan DPRD Provinsi Riau telah merampungkan 17 hasil rekomendasi penyelesaian konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan untuk selanjutnya diserahkan kepada pemerintah.

Ketua Pansus Konflik Lahan Marwan Yohanis di Pekanbaru, Sabtu, mengatakan pihaknya sudah melakukan rapat internal finalisasi rekomendasi pansus. Hasil rekomendasi ini akan diparipurnakan terlebih dahulu, kemudian diserahkan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti kepada perusahaan terkait.

Dari 19 kasus yang masuk dalam ranah pansus, dua di antaranya sudah mencapai titik penyelesaian, masyarakat tinggal menunggu penandatanganan nota kesepakatan penyelesaian dengan perusahaan yang diawasi oleh pemerintah kabupaten dan Organisasi Perangkat Daerah terkait.

"Untuk yang 17 konflik, kita sudah buatkan rekomendasinya, sudah masuk tahap finalisasi. Ada 17 item yang pansus rumuskan berdasarkan fakta dan kondisi di lapangan. Ini juga sesuai dengan analisa hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Hasil rekomendasi ini lalu diparipurnakan, kemudian disampaikan kepada pihak perusahaan dan para pemangku kebijakan," kata Marwan.

Marwan menjelaskan, secara garis besar ada beberapa kategori dalam hasil rekomendasi itu. Di antaranya, Pansus merekomendasikan agar pemerintah mengevaluasi izin perusahaan yang diduga melanggar aturan. Pansus mensinyalir adanya praktik kecurangan yang dilakukan oknum dan perusahaan terkait pemberian izin HGU.

"Adanya perpanjangan pemberian izin HGU yang kami nilai tidak prosedural. Dimana, izinnya diperpanjang 13 tahun sebelum masa berlaku habis. Ini menandakan adanya indikasi kongkalikong yang dilakukan oknum pemerintahan dan perusahaan. Kita mencium adanya praktik kolusi dalam persoalan ini," kata dia.

Akibatnya perusahaan mengabaikan kewajiban seperti memberikan lahan sebanyak 20 persen dari total luasan HGU untuk pola plasma sesuai dengan aturan Permentan No 26 Tahun 2007.

Tak sampai di situ, Pansus juga merekomendasikan terkait penyelesaian tumpang tindih izin lahan baik itu milik masyarakat, fasilitas umum, tanah ulayat maupun koperasi petani dengan perusahaan.

Kemudian soal konflik antara perkebunan masyarakat yang berumur belasan tahun dengan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang direkomendasi pansus agar mencapai titik kesepakatan.

"Kalau perusahaan HTI yang menanam di kawasan hutan lindung disebut itu sebagai keterlanjuran, sementara masyarakat yang umur sawit dan karetnya berkisar 5-15 tahun di kawasan HTI malah mau ditumbangkan. Kenapa tidak diterapkan juga prinsip keterlanjuran tadi? Sawit mereka sudah mau produksi malah mau ditumbangkan. Seharusnya aturan kan berlaku universal, baik kepada masyarakat dan perusahaan," kata Marwan.