Pekanbaru (ANTARA) - Pengamat hukum dari Universitas Riau (UR),Erdiansyah, mengatakan bahwa polemik berkepanjangan terkait perkara penyerobotan lahan di Desa Pangkalan GondaiKabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, lebih tepat diselesaikan secara perdata.
"Karena masyarakat yang tergabung dalam koperasi mengaku punya SKGR(Surat Keterangan Ganti Rugi-Red) di lahan itu, perusahaan juga," kata Erdiansyah, di Pekanbaru, Minggu.
Menurut Erdiansyah, SKGR merupakan alas hak yang diakui oleh negara sehingga kepemilikan lahan oleh masyarakat dengan perusahaan yang juga mengaku punya alas hak harus diuji secara formil di pengadilan. Selain itu, di pengadilan majelis hakim akan memutuskan siapa yang berhak atas lahan itu. Jika keputusan keperdataan sudah berkekuatan hukum tetap, maka selanjutnya dilakukan eksekusi.
"Keperdataan ini harus didudukkan, kalau belum duduk soal perdatanya, masyarakat masih berhak," katanya.
Terkait penyidikan yang dilakukan Polda Riau, Erdiansyah menyebut penyidik harus membuktikan apakah betul-betul terjadi penyerobotan. Pasalnya, masyarakat di lahan tengah berpolemik itu punya SKGR. "Penyerobotan itu bertanam di lahan orang, bertanam tanpa punya alas hak, kalau ada surat berarti bukan penyerobotan, Kalau nanti sudah ada putusan perdata, silahkan eksekusi," tegas Erdiansyah.
Baca juga: Terkait eksekusi lahan Desa Gondai, Presiden agar turun tangan berikan solusi
Kuasa hukum PT Peputra Supra Jaya (PSJ) Wiria Nata Atmaja di dampingi Aswam dan Feri Adi Pransista mengatakan, melihat proses hukum yang ada merasa sedih dan semestinya NWR yang di proses secara hukum bersama DLHK karena di duga telah melakukan perbuatan melawan hukum pengrusakan dengan membabat habis sawit yang lagi produktif dan meratakannya.
"Sekarang kami lagi menyiapkan gugatan ganti rugi mudah-mudahan tidak lama lagi keadilan bisa berpihak kepada yang benar," pungkasnya.
Polemik eksekusi lahan di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, masih jauh dari kata tuntas. Ada dua putusan Mahkamah Agung terkait sengketa 3.323 hektare lahan di sana, pertama soal pidana yang kemudian dieksekusi oleh kejaksaan setempat dan petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau.
Baca juga: Terkait putusan MA lahan di Gondai, Kejari Pelalawan sebut eksekusi tetap dilaksanakan
Kedua adalah putusan Tata Usaha Negara (TUN) yang dikeluarkan MA setelah putusan pidana. MA menyatakan surat perintah tugas eksekusi lahan sebagai tindak lanjut putusan pidana tidak sah atau batal.
Surat perintah eksekusi itu diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau. Dengan dasar surat yang dinyatakan tidak sah itu, petugas DLHK dan kejaksaan setempat menumbangkan sawit milik masyarakat.
Baca juga: Balada petani sawit Pelalawan terancam kehilangan mata pencaharian
Baca juga: Petani gugat perdata DLHK Riau eksekusi ribuan hektare sawit Pelalawan