Jaksa diminta hentikan eksekusi lahan di Kabupaten Pelalawan, begini penjelasannya

id konflik gondai,desa gondai ,sengketa lahan,PT NWR,PT PSJ

Jaksa diminta hentikan eksekusi lahan di Kabupaten Pelalawan, begini penjelasannya

Ilustrasi konflik lahan.(Arsip Antaranews)

Pekanbaru (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Indonesia (UI), Dr Sadino SH MH, meminta pihak kejaksaan untuk menghentikan eksekusi lahan seluas 1.323 hektare di Desa Pangkalan Gondai, Langgam, Kabupaten Pelalawan, dan harus patuh terhadap putusan PTUN yang dikeluarkan Mahkamah Agung.

"Putusan itu kan jelas bunyi putusan point 1 sampai 4 putusan kasasi. Ya nggak ada lagi pelaksanaan eksekusi lapangan," kata Sadino, Jumat.

Dia mengatakan dalam masalah ini, dua perusahaan PT Peputrra Supra Jaya dan PT Nusa Wana Raya. Namun, konflik antara keduanya berimbas ke petani biasa yang tergabung dalam koperasi.

Dalam perjalanannya, muncul putusan Tata Usaha Negara (TUN) Nomor 595 K.TUN/2020 yang menyatakan surat perintah tugas nomor 096/PPLHK/082 tanggal 10 Januari 2020 untuk pengamanan atau eksekusi lahan sawit batal atau tidak sah, Sudino mengatakan bahwa putusan itu sudah jelas.

"Yang mengerti hukum harusnya menjalankan hukum dong. Kan dasar dia eksekusi surat itu, kalau suratnya dibatalkan ya harusnya nggak bisa lagi. Masak penegak hukum yang ngajari melanggar hukum," ucap pria yang juga pakar kehutanan ini.

Masih kata Sadino, peserta transmigrasi memiliki lahan untuk permukiman dan lahan usaha yg disediakan pemerintah. Sementara dalam perkara ini tidak dikaji lebih dalam.

"Pemerintah dan pemegang izin harusnya menghormati hak keperdataan dari masyarakat sebagai living law," katanya.

Sisa lahan milik masyarakat Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan seluas 1.323 agar tidak dieksekusi. Karena sebelumnya jaksa dikawal polisi kompak meratakan lahan PT Peputra Supra Jaya. Lahan 2.000 hektare milik PT PSJ yang merupakan induk para petani itu sudah habis dibabat jaksa.

Usai dieksekusi, lahan itu diserahkan ke PT Nusa Wana Raya (NWR) lalu ditanami akasia oleh perusahaan yang bekerja sama dengan April Group itu. Puluhan alat berat yang difasilitasi PT NWR digunakan untuk mengeksekusi.

Dalam perjalanannya, muncul dua putusan Mahkamah Agung terkait 3.323 hektare lahan di sana. Pertama soal pidana yang kemudian dieksekusi oleh kejaksaan setempat dan petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau.

Kedua adalah putusan Tata Usaha Negara (TUN) yang dikeluarkan MA setelah putusan pidana. MA menyatakan surat perintah tugas eksekusi lahan sebagai tindak lanjut putusan pidana tidak sah atau batal. Surat perintah eksekusi itu diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau.

Baca juga: Polemik lahan di Desa Gondai, Pengamat: bisa diselesaikan secara perdata

Baca juga: Terkait eksekusi lahan Desa Gondai, Presiden agar turun tangan berikan solusi

Baca juga: Pakar lingkungan nilai konflik di lahan Desa Gondai akibat kurang pengawasan