Pekanbaru (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menginstruksikan Gubernur Riau Syamsuar dan Kapolda Riau Inspektur Jenderal Polisi Agung Setya Imam Effendi untuk menyelesaikan konflik perkebunan sawit di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Instruksi itu disampaikan presiden di sela-sela penyerahan 41 surat keputusan (SK) perhutanan sosial di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasim, Kabupaten Siak, Riau, Jumat.
Di tengah memberikan pengarahan, Presiden Joko Widodo mempersilahkan tiga warga untuk menjelaskan rencana pengelolaan lahan perhutanan sosial yang mereka peroleh. Namun, salah seorang warga dari Pelalawan justru berteriak histeris, tepat di samping presiden ke tujuh Indonesia itu.
"Hidup Pak Jokowi," kata wanita berhijab ini dengan suara nyaring.
"Lahan kami di desa Pangkalan Gondai dieksekusi oleh DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Pak Jokowi, tolong kami Pak Jokowi," kata Ibu itu dengan suara bergetar.
Ibu ini membuat seluruh undangan tercengang, termasuk Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Gubernur Riau Syamsuar dan Kapolda Riau serta seluruh undangan yang hadir di kegiatan yang diselenggarakan di ruang terbuka itu.
"Tolong kami Pak Jokowi. Alat berat milik PT NWR sekarang ada di lahan kami dan lahan kami dieksekusi Pak Jokowi. Tolong lah pak, cuma itu lagi lahan kami," lanjutnya.
Mendengar persoalan warga tersebut Jokowi langsung merespon dengan cepat. Ia meminta kepada Kapolda Riau dan Gubri Syamsuar untuk menyelesaikan persoalan ini. Bahkan, dengan tegas Jokowi mengatakan jika permasalahan itu tidak selesai, Jokowi berjanji akan menurunkan tim dari pusat.
"Pak Gubernur, Pak Kapolda, tolong ini dicek ke lapangan. Kalau tidak selesai saya akan turunkan tim dari Jakarta," tegas Jokowi.
Jokowi juga menyatakan tidak sungkan untuk memanggil perusahaan yang bermasalah tersebut jika persoalan sengketa lahan dengan masyarakat ini tidak kunjung diselesaikan. Jokowi mengatakan dirinya akan mempelajari persoalan tersebut.
Persoalan konflik perkebunan sawit masyarakat yang bernaung kepada PT Peputra Supra Jaya (PSJ) dan perusahaan hutan tanaman industri PT Nusa Wana Raya (NWR) di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, Riau berlangsung cukup lama. Tak jarang, persoalan itu berbuntut pada aksi anarkis dan bentrokan.
Persoalan itu muncul karena masyarakat tidak menerima perkebunan sawit yang mereka kelola ditumbangkan dan diganti jadi tanaman akasia. Penebangan pohon kelapa sawit itu dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1087 K/PID.SUS.LH/2018, Desember 2018.
Dalam putusan disebutkan luas lahan yang dieksekusi mencapai 3.323 hektare. Menurut putusan juga disebutkan lahan itu dirampas untuk dikembalikan ke Negara melalui Dinas LHK Riau cq PT NWR. Rinciannya luasan lahan, milik petani sekitar 1.280 hektare sementara sisanya milik PT PSJ.
Baca juga: Pakar: DPR tidak memiliki wewenang masuk teknis yudisial
Baca juga: DPR RI minta hentikan perusahaan serobot lahan rakyat di Gondai Riau, begini sebabnya
Baca juga: Potensi kerugian eksekusi perkebunan sawit Gondai Rp12,4 triliun