Pekanbaru (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Riau Mexsasai Indra menilai bahwa lembaga negara DPR RI tidak memiliki kewenangan untuk masuk ke teknis yudisial.
“Terkait putusan pengadilan yang sudah diputus dan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, saya kira DPR RI tidak bisa masuk ke teknis yudisial,” kata Mexsasai kepada Antara di Pekanbaru, Selasa.
Hal itu disampaikan Mexsasai menanggapi pernyataan anggota komisi III DPR RI Arteria Dahlan yang menyinggung putusan Mahkamah Agung terkait eksekusi 3.323 hektare perkebunan sawit di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Dia mengatakan bahwa DPR sebagai lembaga negara memiliki fungsi, salah satunya pengawasan. Dalam perkara ini ketika mengatasnamakan kepentingan masyarakat, dia mengatakan bahwa DPR bisa saja melakukan check and balances. Misal memanggil kementerian kehutanan, karena di satu sisi kebijakan negara dalam bentuk perizinan.
“DPR bisa memanggil Menteri Kehutanan terkait aspek perizinan yang saat ini disengketakan. Tidak boleh menyinggung terkait independensi kekuasaan kehakiman dalam memutus perkara,” ujarnya.
Ketika DPR justru menyinggung putusan hakim, dia menilai langkah itu tidak bijak dan tidak ada kewenangan untuk melaksanakan hal tersebut. Mexsasai justru menyarankan kepada Arteria yang berkunjung langsung ke Desa Gondai dan menemui petani itu agar mengambil langkah ke Komisi Yudisial.
"Hukum itu berbicara fakta. DPR bagian dari tugas untuk membangun sistem. Sepanjang fakta tidak ditemukan tidak bisa justifikasi. Mekanisme kontrol ada di KY," tuturnya.
Nantinya, kata dia, jika memang ditemukan adanya pelanggaran dalam putusan hakim, maka Komisi Yudisial bisa memberikan sanksi atas putusan yang disebut Arteria telah menyengsarakan masyarakat tersebut.
Baca juga: DPRD Riau gandeng DPR RI dan KemenLHK telusuri dugaan pelanggaran PT LIH
Sebelumnya pada Senin (3/2), politisi PDI Perjuangan Arteria Dahlan mengunjungi ratusan masyarakat Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Riau. Dalam kunjungannya ke desa itu,Arteria sempat beberapa kali menggebrak meja karena suatu alasan.
Arteria yang merupakan anggota Komisi III DPR RI (Komisi Hukum) itu berulang kali meminta agar eksekusi lahan yang merupakan pelaksanaan dari putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 dengan objek lahan perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan negara seluas 3.323 hektare itu dihentikan.
Dia mengatakan, Komisi III DPR RI menghormati putusan pengadilan baik putusan pengadilan tingkat pertama, maupun kasasi oleh Majelis Hakim Agung. Namun, dia menilai bahwa putusan itu tidak memihak kepada petani.
"Akan tetapi kami juga ingin memberitahukan kepada semua pihak, bahwa ini bukan barang baru, di antara mereka dan di antara rakyat, berhubungan dengan pelaku pemilik tanah dan pengusaha," katanya.
Kejaksaan telah melakukan eksekusi lahan sawit milik PT Peputra Supra Jaya dan petani plasma perusahaan itu sejak dua pekan terakhir. Kegiatan penertiban pun dilangsungkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau bersama PT Nusa Wana Raya selaku penggugat dan pemilik izin.
Eksekusi yang dilaksanakan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 dengan objek lahan perkebunan kelapa sawit kini telah mencapai 2.000 hektare dan pekan ini ditargetkan selesai.
Baca juga: Bentrokan pecah saat eksekusi lahan sawit di Pelalawan, begini kronologisnya
Baca juga: Riau kehilangan Rp107 triliun akibat 1,4 juta hektare sawit ilegal
Berita Lainnya
Mantan Menkumham Yassona Laoly dipanggil KPK, ada apa?
12 December 2024 17:28 WIB
BSK Hukum refleksi akhir tahun, perkuat kebijakan berbasis bukti
03 December 2024 15:29 WIB
Dugaan pencairan dana ilegal di BPR Fianca, Kuasa Hukum desak pengembalian kerugian nasabah
21 November 2024 11:58 WIB
Payung elektrik Masjid Annur disorot, DPRD Riau tunggu perkara hukum selesai
01 November 2024 14:47 WIB
Sinergi pendampingan hukum, BRK Syariah Teluk Kuantan teken MoU dengan Kejari Kuansing
01 November 2024 9:23 WIB
Marisa Putri bersimpuh di ruang sidang, keluarga korban minta proses hukum tetap berjalan
31 October 2024 13:00 WIB
Ini kata praktisi hukum terkait dugaan pemerasan oleh dua oknum wartawan di Inhil
27 October 2024 10:32 WIB
Pemerintah RI dorong penguatan prodi hukum demi sistem hukum lebih baik
24 October 2024 12:07 WIB