KIARA: 15 Lokasi Tambang Pasir Rawan Konflik

id kiara 15, lokasi tambang, pasir rawan konflik

KIARA: 15 Lokasi Tambang Pasir Rawan Konflik

Pekanbaru, (antarariau) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan menemukan 15 lokasi penambangan pasir di Provinsi Banda Aceh, Bengkulu, Bangka Belitung, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, dan Sulawesi Tenggara rentan konflik.

"Lima belas lokasi di sembilan provinsi yang ditemukan pada periode Januari--Juni 2012 itu rentan konflik karena tidak dilibatkannya nelayan dan masyarakat pesisir setempat, khususnya dengan pemanfaatan ruang pesisir dan laut," kata Abdul Halim, Pelaksana Tugas Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dalam siaran persnya diterima ANTARA di Pekanbaru, Jumat.

Menurut dia, atas kondisi demikian KIARA mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk melibatkan partisipasi aktif nelayan dan masyarakat pesisir setempat dalam hal pemanfaatan ruang pesisir.

Menurut dia, hal itu penting karena nelayan dan masyarakat pesisir setempat telah mempraktikkan kearifan lokal untuk mengelola wilayah pesisirnya secara lestari dan berkelanjutan.

Sementara itu, KIARA juga menilai bersamaan dengan Hari Laut Sedunia pada tanggal 8 Juni 2012, praktik kriminalisasi terhadap nelayan yang mempertahankan kelestarian dan keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut sebagai sumber kehidupannya kembali terjadi di Tanah Air.

"Hal ini dialami oleh tiga nelayan, yakni Saiban, Sugiri, dan Nurian yang ditangkap oleh Direktorat Polair Polda Banten pada tanggal 5 Juni 2012," katanya.

Meski dibebaskan sehari berikutnya, kata dia, 10 orang nelayan lainnya juga ditetapkan sebagai target penangkapan selanjutnya. Penangkapan ini bermula dari tuduhan yang disampaikan oleh aparat Direktorat Polair Polda Banten bahwa telah terjadi perusakan terhadap kapal isap milik PT Jetstar.

Padahal, lanjut dia, data Front Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN) menyebutkan bahwa PT Jetstar tidak memiliki izin operasi dan muncul desakan penghentian kegiatan pengerukan pasir laut di Teluk Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang.

Hal itu juga dikuatkan oleh surat Kementerian Lingkungan Hidup bernomor B-2539/MENLH/2004 tertanggal 3 Juni 2004 dan surat Gubernur Banten saat itu (Joko Munandar, red.) bernomor No.541.35/313.BPD1/IV/2004 tertanggal 25 Juni 2004 kepada Bupati Serang saat itu (Bunyamin, red.). Namun sayangnya, upaya itu tidak ditindaklanjuti oleh Bupati Serang hingga hari ini.

Sutiadi, Koordinator FKPN Serang mengatakan bahwa situasi mencekam tengah dialami oleh masyarakat Kecamatan Tirtayasa akibat perilaku aparat yang sewenang-wenang melakukan penangkapan.

Hingga kini, kata dia, warga takut beraktivitas di luar rumah, demikian pula nelayan karena aparat kepolisian menebar teror dan mengintimidasi masyarakat.

Ironisnya, PT Jetstar terus beroperasi melakukan pengerukan pasir di sekitar perairan Serang, Banten. Akibat pengerukan pasir laut, nelayan harus menanggung kerugian ekologis, di antaranya abrasi pantai seluas 10--15 meter.

Di Kampung Baru, Desa Lontar, misalnya, sebuah lapangan sepak bola sudah terkikis habis. Kini, hanya berjarak 1--2 meter dari bibir pantai.

Selain itu, nelayan juga semakin sulit mendapatkan penghasilan dari melaut karena banyak jaring nelayan yang hilang tersedot mesin, tenggelamnya bubu (alat tangkap tradisional) akibat endapan lumpur yang dibuang dari kapal isap, dan semakin keruhnya perairan pesisir Lontar.