Pekanbaru, (Antarariau.com)- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan meminta pemerintah agar mempertimbangkan kembali perluasan areal tambak udang melalui penutupan lahan mangrove.
"Pertimbangan itu dibutuhkan karena perluasan tambak udang merusak ekosistem mangrove dan merugikan masyarakat pesisir," kata Sekretaris Jenderal KIARA, Abdul Halim dalam surat elektroniknya diterima Antara Riau, Rabu.
Hal itu disampaikan terkait target Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hingga tahun 2019 melakukan penambahan lahan untuk tambak udang seluas 60.000 hektare.
Jumlah ini terdiri atas 10.000 ha tambak intensif, 20.000 ha tambak semi-intensif, dan 30.000 ha tambak tradisional. Perluasan tambak udang ini dimaksudkan untuk meningkatkan volume dan nilai produksi.
Ia menyebutkan berdasarkan Pusat Data dan Informasi KIARA (Desember 2014) mencatat luas lahan budidaya tambak mengalami kenaikan: dari 618.251 hektare (2008) menjadi 650.509 hektare (2013).
Peningkatan luas lahan budidaya tambak ini berbanding terbalik dengan volume tahun 2008 yakni 959.509 ton dengan nilai Rp17,304,474,417.000, dan nilai produksi tambak yang justru menurun dalam tahun 2013 tercatat 650.509 luas areal tambak dengan volume 896.886 ton udang atau senilai Rp14.690.785.188.000.
"Artinya penambahan lahan untuk tambak udang tidak berkorelasi positif terhadap target produksi, baik dari sisi volume maupun nilai,"katanya.
Ditambah lagi, produksi udang nasional pada tahun 2008 dan 2013 justru menurun dari 409.590 ton menjadi 320.000 ton. Pada konteks ini, penambahan lahan untuk tambak udang justru merusak ekosistem mangrove dan merugikan masyarakat pesisir.
Di Langkat, Sumatera Utara, misalnya, hutan mangrove yang dikonversi mencapai 2.052,83 hektar selama 2003-2012. Dampaknya, pendapatan nelayan menurun hingga 51,37 persen.
Rata-rata pendapatan nelayan per bulan pada tahun 2003 sebesar Rp2.739.780, sementara pada tahun 2012 menurun menjadi Rp1.407.637.
Dalam studinya The Royal Society memaparkan bahwa kerusakan mangrove akibat perluasan tambak tak sebanding dengan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Di Thailand, misalnya, tiap hektare luas tambak hanya memberikan keuntungan sebesar 9,632 dolar AS. Keuntungan ini hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sebaliknya, pemerintah Thailand harus menanggung biaya polusi sebesar 1.000 dolar AS, biaya hilangnya fungsi-fungsi ekologis sebesar 12,392 dolar AS, dan pemerintah harus memberi subsidi kepada masyarakat korban senilai 8,412 dolar AS.
Selain itu pemerintah juga harus mengalokasikan dana tambahan sebesar 9,318 dolar AS untuk merehabilitasi mangrove.
"Pengalaman Thailand hendaknya memberikan panduan bagi pemerintah RI untuk tidak sembarang menelurkan kebijakan terkait dengan eksploitasi ekosistem penting dan genting seperti ekosistem mangrove. Oleh karena itu, KIARA mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mengurungkan program penambahan lahan untuk tambak udang dan merehabilitasi kembali lahan tambak tidur menjadi kawasan hutan mangrove.
Berita Lainnya
Kiara: Pemerintah Perlu Perhatikan Perempuan Nelayan
08 March 2013 17:02 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB
Jalani Pemeriksaan Di Imigrasi Pekanbaru, TKA Ilegal Mengaku Stres
18 January 2017 16:55 WIB
Pelajar Sekolah Di Inhil Banyak Yang "Ngelem"
13 January 2017 6:15 WIB