KIARA: Hentikan Alih Fungsi Mangrove Jadi Perkebunan

id kiara hentikan, alih fungsi, mangrove jadi perkebunan

Pekanbaru, (antarariau.com) - Sekretaris Jendral Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Indonesia Abdul Halim meminta semua pihak berkepentingan untuk segera menghentikan alih fungsi atau konversi hutan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit atau pertambakan budidaya.

"Mangrove merupakan bagian penting dalam ekosistem pesisir sehingga pengelolaan hutan mangrove yang baik perlu melibatkan masyarakat pesisir sebagai penjaga sumber daya pesisir itu," kata Abdul Halim, di Pekanbaru, Minggu.

Ia mengatakan itu juga terkait adanya tumpang tindih kewenangan sehingga turut menghambat upaya perlindungan ekosistem mangrove di daerah itu.

Menurut dia, mangrove merupakan sumberdaya yang penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai ruang berkembang biaknya sumber daya ikan, dan 'green belt' ketika terjadi bencana.

Fungsinya yang lain adalah pencegah laju abrasi pantai hingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar kayu.

"Namun kini perlindungan hutan bakau tidak terlalu kuat karena tidak terdapat peraturan yang khusus mengatur mengenai perlindungan mangrove itu," katanya.

Disebutkannya beberapa undang-undang yang mengatur mengenai hutan mangrove antara lain UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 26 tahun 2007 tentang penataaan ruang, UU No. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut, katanya, mengatur perlindungan terhadap hutan bakau yang seharusnya dilakukan oleh negara dalam hal ini pemerintah yang terbagi masing-masing, yaitu Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Selama ini justru terjadi tumpang tindih pengelolaan hutan mangrove antar-instansi pemerintah, di antaranya Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Hidup," katanya.

Sementara itu hutan mangrove yang termasuk bagian dari perspektif hutan diklaim merupakan kewenangan dari Kementerian Kehutanan.

Begitu juga sebaliknya dimana Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki tugas pokok dan fungsi menyangkut sumber daya pesisir yang tidak hanya berkaitan dengan kelautan dan perikanan tetapi juga menyangkut dengan sumber daya pesisir dalam kaitannya, yaitu hutan mangrove.

"Ditambah lagi dengan kewenangan Kementerian Negara Lingkungan Hidup karena kerusakan mangrove menjadi salah satu kriteria baku kerusakan ekosistem merupakan instrumen pencegahan pencemaran dan indikator," katanya.

Padahal Undang-Undang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah menempatkan hutan mangrove sebagai sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil (pasal 1 angka 4) dan terdapat ancaman pidana terhadap penebangan dan perusakan hutan mangrove di pesisir.

Perlindungan pidana tersebut dikenakan terhadap orang yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mengkonversi ekosistem mangrove di kawasan atau zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil.

Disamping itu, menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, atau kegiatan lain.