Jakarta (ANTARA) - Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia menyetujui pemberian pinjaman senilai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp7 triliun untuk memperkuat ketahanan fiskal Indonesia dalam menghadapi bencana alam, risiko iklim dan guncangan kesehatan.
"Dukungan ini akan membantu pemerintah menjalankan respon secara lebih tepat sasaran dan tepat waktu, mengurangi dampak bencana dan menjaga kemajuan pembangunan yang telah dicapai," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Bank Dunia koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi RI 2020, jadi minus 2,2 persen
Ia menjelaskan kesiapan keuangan terhadap bencana, guncangan iklim, dan krisis kesehatan seperti COVID-19 menjadi semakin penting bagi Indonesia, untuk mengurangi ancaman terhadap kemajuan pembangunan.
Selama ini, pemerintah pada 2014-2018 telah menghabiskan 90 juta-500 juta dolar AS setiap tahun untuk tanggap dan pemulihan bencana. Dalam periode sama, pemerintah daerah juga telah menghabiskan 250 juta dolar AS.
Padahal, biaya yang harus dikeluarkan untuk bencana diperkirakan terus meningkat, akibat perubahan iklim dan pertumbuhan kawasan perkotaan, sehingga dapat menambah beban belanja pemerintah.
Untuk itu, perencanaan atas tanggapan keuangan yang efektif pasca guncangan akibat bencana dan iklim akan membantu melindungi anggaran maupun masyarakat secara keseluruhan.
Dengan mengurangi dampak bencana tersebut, perencanaan ini dapat membantu melindungi masyarakat miskin maupun rentan, yang kerap harus menanggung akibat terberat dari bencana.
Saat ini, sebagian besar dari masyarakat miskin dan rentan tinggal di wilayah berisiko dan tidak memiliki cukup akses kepada berbagai layanan dasar maupun sumber daya keuangan untuk mengatasi dampaknya.
Proyek baru tersebut akan mendukung Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana yang diterapkan oleh pemerintah, serta penguatan ketahanan fiskal dan keuangan Indonesia melalui suatu dana Pooling Fund Bencana (PFB).
Pooling Fund ini akan menjadi mekanisme utama penyaluran dana pasca-bencana dari berbagai sumber dengan memanfaatkan pasar asuransi dalam negeri maupun internasional untuk penyiapan kapasitas keuangan sebagai penyangga.
Proyek ini juga akan membantu memastikan agar aliran dana kepada lembaga pemerintahan terkait dijalankan secara efektif dan transparan, termasuk melakukan penelusuran anggaran untuk berbagai belanja terkait bencana.
Selain itu, juga memastikan adanya penyaluran bantuan sosial yang lebih cepat kepada korban bencana, serta perencanaan yang lebih baik dalam hal kesiapan menghadapi guncangan di bidang kesehatan.
Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen menambahkan ketersediaan dan aliran dana yang lebih baik akan menguntungkan penduduk Indonesia ketika terjadi bencana dan guncangan kesehatan.
"Ini akan menguntungkan terutama bagi masyarakat yang paling miskin dan rentan, yaitu yang paling terdampak akibat tanggap bencana yang tertunda, dan kerap kehilangan sumber mata pencaharian dan pendapatannya, sehingga memerangkap mereka dalam kemiskinan," katanya.
Proyek ini didukung hibah 14 juta dolar AS dari Global Risk Financing Facility (GRiF) untuk meningkatkan kapasitas teknis, sistem manajemen lingkungan dan sosial, teknologi baru dalam pengelolaan Pooling Fund, dan investasi pada evaluasi dan pembelajaran, termasuk pemberian layanan kepada berbagai kelompok masyarakat rentan.
GRiF, didukung oleh Dana Perwalian Multi-Donor dengan nilai lebih dari 200 juta dolar AS dari Jerman dan Inggris, telah memberikan dana hibah dan tenaga ahli di bidang teknis untuk membantu negara-negara berkembang melindungi kemajuan yang telah dicapai dan pulih lebih cepat dari dampak keuangan akibat guncangan iklim, bencana, dan krisis.
Baca juga: Ekonom UI katakan, pernyataan Bank Dunia sulit terwujud
Baca juga: Bank Dunia sebut ekonomi Indonesia akan mulai pulih pada Agustus 2020
Pewarta: Satyagraha