Bukan kecelakaan kerja, polisi ungkap kematian pekerja PT Bukit Batu Hutani Alam

id polsek bukit batu,kapolsek bukit batu,kecamatan bandar laksmana,kabupaten bengkalis

Bukan kecelakaan kerja, polisi ungkap kematian pekerja PT Bukit Batu Hutani Alam

Kapolsek Bukit Batu Kompol Rohani Akbar , saat konfrensi pers pengungkapan kasus pembunuhan di Desa APi-Api didampingi Kanit Reskrim AKP Rudi Irwanto dan Panit 1 Opsnal IPDA Reza Ilham, Rabu (24/9). (ANTARA/Alfisnardo)

Bengkalis (ANTARA) - Di senja yang biasanya tenang di Desa Api-Api, Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis, suara mesin pompong besi di kanal petak 17 PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) menjadi saksi bisu sebuah malam yang berubah menjadi duka. Nordi alias Wak Tompuk (45), operator pompong besi yang dikenal rajin dan pendiam di lingkungannya, ditemukan tak bernyawa pada Senin malam (15/9/2025) sekitar pukul 19.30 WIB.

Kabar kematian Nordi awalnya disampaikan sebagai kecelakaan kerja. Pihak perusahaan memberi tahu keluarga bahwa sang operator mengalami insiden saat bertugas. Jenazah bahkan sempat dibawa ke Puskesmas Bukit Batu sebelum diantar pulang ke rumah duka. Di balik ratapan keluarga yang kehilangan, tak ada yang menyangka bahwa tragedi itu menyimpan kisah yang jauh lebih gelap.

Kapolsek Bukit Batu Kompol Rohani Akbar menuturkan, penyelidikan polisi menyingkap fakta mengejutkan. Korban ternyata bukan tewas karena kecelakaan, melainkan menjadi korban kekerasan rekan kerjanya sendiri. “Dari hasil pemeriksaan, pelaku melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia karena sakit hati setelah merasa dihina,” ungkap Rohani, Rabu (24/9).

Pelaku bernama Fauzi Alfukqori (18), seorang helper alat berat yang sehari-hari bekerja di area yang sama. Malam itu, cekcok di atas pompong besi memantik amarah yang tak terkendali. Dalam kondisi emosi, Fauzi diduga memukul Nordi sebelum menyerang dengan sebilah parang. “Setelah korban tersungkur, pelaku menyingkirkan jasad ke dalam kanal dan berusaha menghapus jejak darah,” jelas Rohani.

Tragedi yang awalnya ditutup rapat sebagai kecelakaan mulai terkuak pada Rabu malam (17/9/2025). Polisi menerima laporan mencurigakan dan segera melakukan olah tempat kejadian perkara. Dari hasil pemeriksaan saksi dan barang bukti, benang merah mengarah pada tindak kekerasan yang dilakukan dengan sengaja.

Sejumlah barang bukti ditemukan di lokasi dan kediaman pelaku: sebilah parang, sikat lantai berwarna merah muda, ember kuning, sehelai celana levis hitam, dan kaos lengan panjang hitam. Semua menjadi potongan puzzle yang menguatkan dugaan pembunuhan.

“Pelaku kami amankan tidak lama setelah kejadian. Dari pengakuannya, tindakan brutal itu dipicu rasa sakit hati karena merasa dihina dan direndahkan oleh korban,” tutur Kapolsek. Sebuah pengakuan yang memperlihatkan betapa rapuhnya batas antara amarah dan kejahatan.

Kini Fauzi harus menghadapi jeratan hukum berat. Ia dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, Pasal 351 ayat (3) tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, serta Pasal 351 ayat (2) tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Di rumah duka, keluarga Nordi masih berusaha menerima kenyataan pahit. Kepergian sang ayah, suami, dan tulang punggung keluarga yang selama ini hanya dikenal sebagai pekerja keras, meninggalkan luka mendalam yang tak bisa disembuhkan oleh waktu.

“Kasus ini menjadi peringatan bahwa emosi sesaat dapat merenggut nyawa dan masa depan,” tegas Kompol Rohani. Bagi masyarakat Desa Api-Api, tragedi di kanal PT BBHA bukan sekadar catatan kriminal, melainkan pelajaran mahal tentang pentingnya mengendalikan amarah dan menjaga kemanusiaan.

Pewarta :
Editor: Afut Syafril Nursyirwan
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.