Kampar, Riau (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau akan menggelar lomba jalan lintas alam yang akan pertama kalinya berlokasi di Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, atau yang akrab disebut Rimbang Baling, di Kabupaten Kampar, pada bulan Juli 2019.
“Target akan ada 200 peserta, terdiri dari 40 tim berisi lima orang. Kita akan ajak kawula muda generasi milenial berkegiatan di alam,” kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono, di sela rapat persiapan lomba jalan lintas alam, di Desa Tanjung Belit Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Jumat.
Ia menjelaskan, lomba jalan lintas alam tersebut akan bertajuk “Rimbang Baling Jungle Track ~ Millenial Love Nature”. Peserta akan berasal dari anak muda dari tingkat pendidikan SMA hingga mahasiswa, seperti yang tergabung di Pramuka dan mahasiswa pencinta alam di Riau. Suharyono mengatakan Rimbang Baling Jungle Track merupakan rangkaian dari peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN), yang tiap tahun diperingati tiap tanggal 10 Agustus.
Rute lomba sejauh sekira 10 kilometer dari Desa Muara Bio, yang masuk ke Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, ke Desa Tanjung Belit yang merupakan daerah penyangga kawasan konservasi itu. Peserta akan dua hari mengikuti kegiatan itu, diawali dengan menyusuri Sungai Subayang dengan sampan ke dalam Rimbang Baling dan berkemah semalam di Desa Muara Bio.
Lomba dimulai pada hari kedua, tiap peserta berjalan kaki hingga garis finish di Desa Tanjung Belit. Wartawan ANTARA sempat menjajal trek lomba bersama petugas BBKSDA Riau, dan rute yang akan dilalui sangat menantang namun untuk memacu adrenalin. Peserta akan disuguhi pemandangan alam yang indah dari Bukit Rimbang Baling, menyeberangi beberapa sungai kecil yang jernih airnya, sambil bisa mendengarkan suara satwa seperti burung dan beruk.
“Kegiatan ini didesain untuk fun atau menggembirakan. Kita akan mengajak pelajar dan mahasiswa bisa memahami aktivitas dan kehidupan di alam sekitar. Kami dalam waktu dekat akan mempublikasikan lebih lanjut tentang lomba ini,” ujarnya.
Pengenalan Jalur Interpretasi
Suharyono mengatakan Rimbang Baling Jungle Track juga sebagai upaya untuk memperkenalkan jalur interpretasi yang kini dalam tahap pembangunan di suaka margasatwa itu. Rute lomba dari Desa Muara Bio ke Tanjung Belit merupakan bagian jalur interpretasi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah menyetujui pembangunan jalur interpretasi sepanjang sekira 37 kilometer di sembilan desa mulai dari Desa Tanjung Belit, Batu Songgan, Tanjung Beringin, Gajah Betalut, Aur Kuning, Terusan, Subayang Jaya dan Pangkalan Serai. Delapan desa setelah Tanjung Belit berada di dalam kawasan suaka margasatwa di daerah aliran Sungai Subayang.
Jalur interpretasi itu berfungsi untuk membuka akses darat ke delapan desa yang terisolir di Rimbang Baling, sekaligus sebagai jalur evakuasi apabila terjadi keadaan darurat dan mendukung pengembangan ekowisata. Karena itu, BBKSDA Riau melibatkan semua pemangku kebijakan untuk terlibat dalam acara edukatif tersebut. Suharyono mengatakan Pemkab Kampar dipastikan akan berpartisipasi, kemudian semua pemangku adat (ninik mamak), perangkat desa yang ada di dalam suaka margasatwa, dan juga LSM lingkungan yang beroperasi di kawasan konservasi itu.
Seluruh kepala desa yang hadir dalam rapat tersebut sepakat untuk membantu dan rata-rata akan mengirimkan lima orang untuk masuk terlibat dalam kepanitiaan. Bahkan, mereka juga siap menyiagakan mobil ambulans dan perahu ambulans untuk acara itu.
“Lomba lintas alam ini baik sekali untuk mengangkat tentang wilayah kita, terutama wisatanya. Kami akan membantu yang dibutuhkan, dari tenaga dan pikiran kami siap,” kata Kepala Desa Tanjung Belit, Efri Desmi.
Dukungan senada juga disampaikan oleh ninik mamak Kenagarian Tanjung Belit, Datuk Godang Defrizarman. Ia mengatakan masyarakat setempat di Tanjung Belit mendukung acara itu karena dalam dua tahun terakhir sudah merasakan dampak dari pengembangan pariwisata. Desa Tanjung Belit memiliki objek wisata berupa Air Terjun Batu Dinding dan yang terbaru adalah pemandian Sungai Lalan.
“Harapannya ini digelar tiap tahun, supaya jadi agenda tahunan BBKSDA Riau,” kata Datuk Godang.
Rimbang Baling, memiliki luas 136 ribu hektare berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Riau tahun 1982, dan pada KLHK telah menetapkan kawasan itu sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) dengan luas sekitar 142 ribu hektare pada 2016. Topografi hutan yang berbukit dan sungai yang mengalir jernih selama ini menjadi habitat alami bagi flora dan fauna terancam punah, salah satunya adalah harimau sumatera.
Selain itu, di kawasan ini sudah sejak lama menjadi tempat tinggal bagi warga di 12 desa, yang secara adat masuk dalam Kekhalifahan atau Kerajaan Gunung Sahilan. Hingga kini masih ada Raja Gunung Sahilan yang diakui, yakni Tengku Muhammad Nizar, yang baru dinobatkan pada 2017.
Baca juga: Khawatir illog, Kadis Pariwisata tolak pembangunan jalan di SM Rimbang Baling
Baca juga: Mencoba Wisata Alam Sejarah yang Menantang Adrenalin di Rimbang Baling Kampar
Baca juga: Bakal ada wisata rusa di habitat harimau Bukit Rimbang Baling. Ini penjelasan BBKSDA Riau
Berita Lainnya
10 hektare lahan di Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil diduga dibakar
21 June 2023 13:47 WIB
Pemkab Bengkalis bangun infrastruktur di kawasan Suaka Margasatwa
04 April 2023 19:20 WIB
Perambah hutan di Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil ditangkap
14 October 2022 6:40 WIB
BKSDA Sumsel translokasi gajah liar ke hutan kawasan Suaka Margasatwa Gunung Raya
25 August 2021 14:44 WIB
Gubernur Riau usul Bukit Rimbang Baling jadi taman nasional
17 July 2020 6:08 WIB
BBKSDA Riau klaim kantongi identitas pelaku pembalakan liar SM Giam Siak Kecil
13 March 2020 14:34 WIB
Operasi penangkapan pembalak liar Giam Siak Kecil selalu bocor, begini penjelasan BBKSDA Riau
12 March 2020 16:52 WIB
BBKSDA Riau tertibkan gubuk perambah di lokasi karhutla SM Giam Siak Kecil
20 January 2020 16:42 WIB