Di-Praperadilankan PT Hutaheaen, Ini Tanggapan Polda dan Kejati Riau

id di-praperadilankan pt, hutaheaen ini, tanggapan polda, dan kejati riau

Di-Praperadilankan PT Hutaheaen, Ini Tanggapan Polda dan Kejati Riau

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Perusahaan perkebunan PT Hutahean yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perambahan hutan seluas 835 hektare di Kabupaten Rokan Hulu, Riau melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan praperadilan dengan tergugat Polda dan Kejati Riau.

Perusahaan tersebut menggugat praperadilan Kepolisian Daerah Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. "Sidang sudah masuk ke agenda pembuktian," kata Panitera Muda PN Pekanbaru, Efrizal di Pekanbaru, Senin.

PT Hutahaean selaku pemohon menggugat Polda Riau selaku termohon I atas penetapan tersangka. Sementara Kejaksaan Tinggi Riau selaku termohon II digugat karena sudah menyatakan berkas perkara itu lengkap atau P21 hingga harus dilanjutkan ke penuntutan di pengadilan.

Informasi yang diperoleh, sidang itu sendiri telah bergulir sejak Kamis, 8 Februari 2018 lalu. Hakim Martin Ginting bertindak sebagai hakim tunggal dalam sidang tersebut.

Melengkapi Efrizal, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Gidion Setiawan membenarkan adanya gugatan praperadilan tersebut.

Namun, Gideon memastikan gugatan praperadilan itu tidak akan mempengaruhi penetapan tersangka. Terlebih lagi, dalam kasus tersebut yang ditetapkan sebagai tersangka ada korporasi, dan tidak ada dilakukan penahanan.

"Jadi tidak berpengaruh," ujar dia.

Hal senada juga disampaikan Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau, Muspidauan. Mus mengatakan pihaknya cenderung menunggu hasil proses praperadilan tersebut.

"Kita lihat saja proses prapradilannya," tuturnya.

Perusahaan kelapa sawit PT Hutahaean ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau pada Juli 2017 silam. Dalam kasus ini, perusahaan dituding mengeksploitasi lahan seluas 835 hektare di luar hak guna usaha (HGU).

Berkas perkara lalu dinyatakan lengkap pada Desember 2017. Namun, hingga kini, pelimpahan berkas dan tersangka atau Tahap II belum kunjung dilakukan karena Komisaris Utama PT Hutahaean, HW Hutahaean dalam kondisi sakit.

Sementara itu, dalam permohonan praperadilannya, PT Hutahaean melalui kuasa hukumnya meminta pengadilan menyatakan penyidikan yang dilakukan Polda Riau yang menetapkan pemohon sebagai tersangka sesuai laporan polisi Nomor LP/309/VII/2017/Riau/Ditreskrimsus tanggal 24 Juli 2017 dan Berkas perkara Nomor BP/23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Pemohon juga meminta hakim menyatakan pentapan termohon II atas perkara Nomor 23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 yang menyatakan berkas lengkap atau P21 adalah tidakan yang tidak berdasarkan hukum dan tak punya kekuatan hukum mengikat.

PT Hutahaean juga meminta pemohon II untuk menghentikan penuntutan terhadap pemohon. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan martabat.

Kasus ini berawal dari laporan 33 perusahaan oleh Koalisi Rakyat Riau (KKR) ke Polda Riau pada 16 Januari 2017 lalu. Perusahaan itu diduga menggarap lahan tanpa izin dan tak sesuai aturan.

Dalam laporannya KRR merincikan, seluas 103.230 hektar kawasan hutan dan 203.997 hektar lahan di luar HGU, diduga digarap oleh 33 perusahaan itu. PT Hutahaean disebutkan mengantongi HGU perkebunan kelapa sawit seluas 4.584 hektar.

Namun, dalam praktiknya, perusahaan itu malah menggarap seluas 5.366 hektar. Kelebihan ratusan hektar itu, diduga tanpa sesuai aturan di Afdeling 8 dengan luas lahan 835 hektare yang terletak di Dalu-Dalu, Kabupaten Rokan Hulu.