Pekanbaru (Antarariau.com) - Bank Indonesia Provinsi Riau berharap ada jalan keluar saling menguntungkan atau "win-win solution" untuk kasus PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang bisa diterima semua pihak baik pemerintah, perusahaan, pekerja dan masyarakat guna menjaga iklim ekonomi setempat.
"Kita berharap bantuan semua pihak mencari "win-win solution" sehingga tidak ada lagi aksi buruh serupa untuk berikutnya, " kata Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia (BI) Riau, Irwan Mulawarman kepada Antara di Pekanbaru, Senin.
Irwan menjelaskan kalau demonstrasi buruh ini berlanjut dan berulang kedepan sangat berpotensi menggangu stabilitas ekonomi Riau.
Karenanya ia berharap semua pihak terkait dapat bersama-sama mencarikan jalan keluar yang baik bagi semua.
Bahkan ia menilai jika aksi demo sebesar ini terus mewarnai Riau, berpotensi mengganggu pasar, iklim investasi dan kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Pekanbaru.
"Walau yang tahu dan faham perhitungannya itu Badan Penanaman Modal Daerah, " ujarnya.
Sementara itu Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman (Andi) saat menemui ribuan buruh sektor kehutanan yang berunjuk rasa di Kota Pekanbaru Senin, berjanji akan meneruskan aspirasi para demonstran kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait kebijakan yang dinilai akan membuat pekerja kehilangan pekerjaan.
Ia mengatakan Pemprov Riau juga tidak ingin ada kebijakan yang malah menambah jumlah pengangguran.
"Keinginan kita sama. Apa keinginan Pemprov Riau juga sama, jangan sampai mengakibatkan pengangguran," kata Andi.
Demonstran yang semuanya adalah pekerja dan kontraktor dari PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau K-SPSI, meminta Menteri LHK menghormati dan menjalankan putusan uji materiil Mahkamah Agung terhadap Peraturan Menteri LHK Nomor 17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Dalam putusan MA disebutkan bahwa Pasal 1 angka 15 d, Pasal 7 huruf d, Pasal 8A, Pasal 8B, Pasal 8C ayat (1), Pasal 8D huruf a, Pasal 8E ayat (1), Pasal 8G dan Pasal 23A ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Dengan begitu, MA sudah menyatakan pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Berita Lainnya
UNIFIL berduka atas tewasnya petugas penjaga perdamaian akibat tabrakan di Lebanon
16 November 2024 16:25 WIB
Indonesia mulai integrasikan bioenergi dan CCS guna kurangi emisi karbon
16 November 2024 16:10 WIB
Presiden China Xi Jinping ajak anggota APEC promosikan ekonomi inklusif
16 November 2024 15:57 WIB
Mike Tyson kalah dari Paul Jake dalam pertarungan selama delapan ronde
16 November 2024 15:49 WIB
BPBD DKI sebut genangan banjir rob di Jakarta Utara mulai berangsur turun
16 November 2024 15:25 WIB
Ketua MPR Ahmad Muzani lelang 1 ton sapi untuk disumbangkan korban Gunung Lewotobi
16 November 2024 15:10 WIB
Presiden Prabowo: APEC harus jadi model solidaritas dan kolaborasi Asia Pasifik
16 November 2024 14:49 WIB
Nelayan di Flores Timur NTT mulai lakukan aktivitas memancing
16 November 2024 14:01 WIB