Pekanbaru (ANTARA) - Keterampilan masyarakat pesisir Provinsi Riau ditingkatkan melalui program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) yang digagas Kementerian Kehutanan.
PPIU Manager M4CR Riau, M. Arif Fahrurozi dalam pernyataannya, Jumat, mengatakan kegiatan yang disebut Sekolah Lapang Livelihood ini merupakan upaya memperkuat rehabilitasi mangrove berbasis masyarakat sekaligus mendorong ketahanan ekonomi dan pangan di wilayah pesisir.
“Sekolah lapang ini menjadi ruang pembelajaran agar masyarakat siap mengembangkan usaha dan meningkatkan kapasitasnya. Tujuannya agar masyarakat pesisir sejahtera dan berdaya, sehingga memiliki komitmen menjaga mangrove secara berkelanjutan,” ujarnya.
Sepanjang 2024, sejumlah kelompok dampingan M4CR telah menerima pendanaan melalui skema matching grants untuk mengembangkan berbagai usaha seperti olahan keripik pisang, sagu, budidaya kepiting, lidi nipah, madu kelulut, kerupuk ikan dan produk pesisir lainnya.
Dukungan tersebut menjadi modal awal bagi kelompok untuk memperluas usaha berbasis sumber daya lokal.
Memasuki 2025, pendampingan kembali diberikan melalui kegiatan Sekolah Lapang Livelihood yang dilaksanakan di Desa Perigi Raja, Kelurahan Sapat, Kecamatan Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, serta di Desa Mayang Sari, Kabupaten Kepulauan Meranti.
Sebanyak delapan kelompok masyarakat mengikuti kegiatan yang berlangsung paralel pada 13–25 November 2025.
Sekolah Lapang Livelihood difokuskan pada peningkatan keterampilan teknis sesuai jenis usaha, mulai dari budidaya madu kelulut, kerajinan lidi nipah, pengembangan produk olahan hingga budidaya kepiting.
Pada pelatihan madu kelulut, masyarakat mendapatkan materi manajemen koloni, kebutuhan pakan, teknik panen hingga pengemasan. Peserta juga diperkenalkan pada penyusunan kalender pembungaan dan pemetaan bunga untuk memastikan suplai pakan koloni terjaga sepanjang tahun.
Seorang anggota KUPS Madu Kelulut Sejahtera bernama Idawati menyebutkan ia diajari cara panen madu yang baik dan benar. Ilmu yang didapatnya akan diterapkan agar usaha makin maju.
"Padaha dulu saya tidak bisa membedakan koloni ratu dan pekerja, bahkan sering kesulitan saat panen," tuturnya.
Pada kerajinan lidi nipah, masyarakat yang sebelumnya hanya menjual bahan mentah dilatih mengolahnya menjadi produk bernilai tambah. Pendampingan menggandeng CV Rumah Tamadun sebagai narasumber teknis.
Di desa dengan potensi sagu, peserta diperkenalkan pada peningkatan mutu dan teknik pengemasan agar produk memiliki umur simpan lebih lama dan nilai jual lebih tinggi.
Untuk budidaya kepiting, peserta dilatih teknik penggemukan menggunakan crab box sistem apung guna mengatasi kondisi lahan pasang surut dan diperkenalkan pada budidaya kepiting soka yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
Sementara itu, kelompok keripik pisang mendapat pelatihan inovasi varian rasa serta perbaikan standar produksi dan kemasan.
"Dulu kami terbatas berinovasi karena tidak tahu caranya, namun setelah mendapatkan ilmu di sekolah lapang, kami mendapatkan bekal untuk mengembangkan usaha lebih baik," tambah Ketua KUPS Assyifa, Muhanawati.
