Pekanbaru, (Antarariau.com) - Seorang peneliti gambut tropis Universitas Riau menyatakan permukaan air gambut jangan dikunci, melainkan kisaran seperti dalam Peraturan Pemerintah (PP) Gambut Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
"Saya kira, bagus saran HGI (Himpunan Gambut Indonesia) tersebut. Pemerintah seharusnya itu jangan mengatur terlalu detil (tentang gambut), karena ada kepentingan-kepentingan yang harus diakomodir," ujar peneliti gambut tropis Universitas Riau Wawan di Pekanbaru, Kamis.
Kalau diatur terlalu detil seperti ketentuan muka air gambut yang ditetapkan minimal harus 0,4 meter atau 40 centimeter, lanjut dia, maka dikhawatirkan akan mengorbankan kepentingan yang lain seperti para petani dan pelaku usaha di lahan gambut.
Namun, bila ditataran peraturan yang lebih rendah dari PP Gambut seperti Keputusan Menteri Pertanian untuk kelapa sawit dikisaran 60-80 centimeter atau hutan tanaman industri yang diatur Keputusan Menteri Kehutanan kisaran 60-90 centimeter, itu memungkinkan bagi produktivitas tanaman.
"Kalau produktivitas tanaman jadi tinggi, berarti serapan karbon juga besar. Bila serapan karbon besar dan emisinya besar, tidak jadi masalah. Yang dilarang itu bila terjadi dekomposisi yakni gambut hilang, sementara emisi besar. Itu betul-betul dilarang," katanya.
Wawan yang menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Gambut Tropis Universitas Riau mencontohkan, seperti hutan tanaman industri jenis akasia yang diambil untuk produksi ke pabrik pulp dan kertas sekitar 60 persen, sedangkan sisanya 40 persen tinggal di lokasi tanaman.
Seperti diketahui dari luas penyebaran, Indonesia memiliki sekitar 15 juta hektare lahan gambut. Dari luasan tersebut, sekitar 3,86 hektare berada di Riau atau sekitar 60 persen dari luas gambut berada di Pulau Sumatera.
"Walau terjadi dekomposisi gambut, jika diimbangi pengembalian 40 persen, itu kan bisa dikompensasi. Jadi tidak ada masalah sebetulnya. Memang data-data ini harus terus dikaji untuk meyakinkan orang bahwa kita mengelola gambut dengan "water management" yang baik," katanya.
HGI sebelumnya memiliki pendapat, dalam pelaksanaan PP No.71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut bisa saling berbeda di lapangan sesuai dengan peruntukannya yakni budi daya di lahan gambut.
"Dalam pelaksanaan atau keputusan menterinya yang bisa dibuat menteri pertanian, menteri kehutanan atau menteri yang lain berbeda. Sehingga ini yang ingin kita sampaikan karena peluang dalam pelaksanaan PP Gambut itu tidak sama," ujar Ketua HGI, Supiandi Sabiham.
Menurut dia, PP Gambut yang telah dikeluarkan pemerintah tidak perlu diusik dengan catatan dalam petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis bisa dikembangkan, termasuk soal batas paling rendah muka air gambut yang telah dikunci 0,40 meter.
Pihaknya mempunyai saran untuk tanaman kelapa sawit berkisar antara 50-60 centimeter, sedangkan hutan tanaman industri adalah 60 centimeter untuk tanaman yang berumur kurang dari satu tahun dan bagi yang lebih dari satu tahun harus 80 centimeter.
"Aturan mengenai angka di gambut itu, tidak bisa dikunci. Saya sarankan dalam beberapa diskusi bukan pada satu poin, tetapi dalam bentuk kisaran. Karena itu saya meminta ada aturan penjelasan bahwa angka itu tidak harus satu angka, tapi dalam bentuk "range", ucap Supandi, menambahkan.