Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Komunikasi dan Media (P2KM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Deden Mauli Darajat menilai maraknya ujaran kebencian hingga hoaks di media sosial disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat akan literasi digital.
“Kekurangan pemahaman tentang literasi digital inilah yang kemudian masih maraknya hate speech dan hoaks. Kita, misalnya bertanggung jawab untuk mengingatkan lingkungan di sekitar kita untuk mengurangi hate speech dan hoaks,” kata Deden dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Dia menilai pemahaman akan literasi digital yang kurang menyebabkan masyarakat tidak bijak dalam menyampaikan pendapat, opini, dan gagasannya. “Sehingga dengan mudah berpendapat atau memviralkan opini negatif yang menimbulkan kerentanan polemik antar anak bangsa,” ucapnya.
Sebaliknya, kata dia, dengan kecakapan literasi digital maka masyarakat akan dapat berpikir secara bijak dalam mengakses, mengolah, maupun menyebarkan informasi di media sosialnya.
Untuk itu, dia mengajak semua pihak ikut serta mengkampanyekan pentingnya literasi digital dalam membangun iklim demokrasi yang positif untuk menyambut tahun politik.
“Kedewasaan kita dalam berdemokrasi di ruang digital memang sangat diperlukan, apalagi di tahun tahun politik yang biasa terkesan sensitif,” ujarnya.
Dia juga mengajak publik untuk menjadikan polemik terkait pernyataan pengamat politik Rocky Gerung yang diduga merendahkan martabat Presiden sebagai refleksi dalam memberikan kritik yang santun demi mencegah perpecahan dan terjerat delik hukum.
“Program kampanye literasi digital bisa dilakukan oleh berbagai pihak yang peduli terhadap iklim demokrasi yang sehat, terutama oleh instansi pemerintah, lembaga pendidikan, bahkan organisasi kemasyarakatan,” ungkapnya.
Deden lantas mengingatkan meskipun negara menjamin kebebasan berpendapat sebagaimana Pasal 28 UUD 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, namun masyarakat juga harus mampu memilih dan memilah kata yang akan disampaikannya ke ranah publik.
“Banyak masyarakat yang belum dapat membedakan antara kritik, nyinyir, hujatan dan ujaran kebencian yang rentan memecah belah masyarakat karena sejatinya tidak ada kebebasan dalam menyebarkan kebencian, hasutan, fitnah atas nama demokrasi,” katanya.
Dia menambahkan diperlukan pula kesadaran bagi para politikus maupun kontestan pemilu untuk membangun Indonesia yang lebih baik dengan memaparkan visi-misi yang orisinal, strategi yang baik, dan kampanye yang elegan guna menghasilkan pemimpin eksekutif dan legislatif yang berkualitas.
“Setiap kontestan di pemilu 2024 ini harus membangun political will yang baik yang membuat pesta demokrasi berjalan dengan lancar dan sukses tanpa adanya perpecahan di masyarakat,” tutur dia.
Baca juga: Manokwari kondusif pascaaksi warga protes ujaran kebencian di medsos
Baca juga: Ponsel Huawei P50 Pro dan Pocket resmi meluncur di Eropa
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB