Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto memaparkan tiga strategi yang bisa digunakan untuk menarik minat anak-anak muda agar berpartisipasi aktif dalam pesta demokrasi pemilihan umum mendatang.
Gun Gun saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat, mengatakan ketiga strategi itu adalah isu yang menarik, pemanfaatan multiplatform komunikasi, dan pendekatan komunitas.
Menurut ia, generasi muda milenial (lahir tahun 1981-1996) dan generasi Z (lahir tahun 1997-2012) sangat peduli dengan isu-isu tertentu, seperti lapangan pekerjaan dan industri kreatif sehingga partai politik, calon legislatif atau calon presiden harus jeli melihat hal ini.
"Kalau isu-isu yang dekat dengan keseharian anak-anak muda ini ditampilkan maka hal itu bisa jadi semacam mood booster bagi kehadiran mereka di tempat pemungutan suara nanti," katanya.
Strategi menggaet anak-anak muda berikutnya adalah pemanfaatan multiplatform komunikasi.
Informasi politik di media arus utama, kata Gun Gun, tidak terlalu menarik bagi anak-anak muda. Mereka cenderung scrolling untuk melihat sesuatu yang tengah viral, easy listening, atau mungkin juga 'mudah dikunyah' di media sosial.
"Partai tidak bisa lagi mengajak orang untuk memilih kandidatnya dengan model linear atau searah, namun harus membangun model resiprokal atau timbal-balik. Penyelenggara semisal KPU dan Bawaslu juga harus memanfaatkan media sosial apa pun yang memungkinkan daya jangkau diseminasi agar menyentuh anak-anak muda," katanya.
"Hal ini bisa menjadi jembatan dengan anak-anak muda dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi tertarik, dari tertarik mempertimbangkan, dari mempertimbangkan pada akhirnya nanti akan memilih," tambah Gun Gun.
Strategi ketiga yang bisa mendongkrak partisipasi anak muda dalam pemilu, yaitu pendekatan berbasis hubungan, pemberdayaan dan pelayanan komunitas.
Menurut Gun Gun, anak-anak muda cenderung berkerumun atau membentuk komunitas, baik yang bersifat offline ataupun online. Misalnya, komunitas hobi berlari, trekking, motor, games, dan lainnya yang sifatnya produktif.
Kecenderungan berkumpul yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk menghadirkan pelibatan anak-anak muda dalam politik (political engagement).
"Penting sekali menggarap basis komunitas dengan serius. Dari perspektif penyelenggara pemilu, misalnya, maka sebaiknya hindari menggelar seminar di hotel atau lokakarya yang old school. Cara mengemasnya jangan terlalu kaku dengan model narasumber atau seperti kuliah, namun dialog interaktif atau bahas hal-hal sederhana dengan entry point yang menarik. Lakukan di di kafe misalnya sehingga kalau kalau key person atau key audience dari komunitas bisa dipegang, maka saya pikir partisipasi anak muda akan semakin meningkat," papat Gun Gun.
Baca juga: KPU Bengkalis minta PPS jaga kode etik
Baca juga: Hemat Rp154 miliar, KPU Riau tawarkan skema pembiayaan Pilkada 2024