Walhi ingatkan kedaulatan negara bisa terancam akibat perubahan iklim dan kenaikan muka air laut
Jakarta (ANTARA) - Fenomena perubahan iklim yang memicu kenaikan muka air laut atau sea level rise memiliki dampak signifikan terhadap negara kepulauan terutama Indonesia karena bisa menenggelamkan kawasan pesisir yang dihuni oleh sekitar 60 persen penduduknya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengingatkan jika pulau-pulau kecil yang dimiliki Indonesia tenggelam, maka situasi itu dapat mengancam kedaulatan negara.
"Konsep kedaulatan Indonesia diukur dari pulau-pulau terdepan. Kalau pulau-pulau terdepan itu tenggelam, maka kedaulatan kita akan menyusut," kata Manajer Kampanye Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil Walhi Nasional Parid Ridwanuddin dalam sebuah diskusi mengenai keadilan iklim di Jakarta, Senin.
Walhi menilai kondisi geografis Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim ekstrim dan kenaikan muka air laut lantaran Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dan puluhan juta orang hidup di pesisir dan pulau-pulau kecil.
Bahkan Climate Central memproyeksikan setidaknya ada 23 juta orang di Indonesia akan terdampak langsung dan dipaksa menjadi pengungsi internal jika kenaikan muka air laut mencapai 0,6 sampai 2 meter pada akhir abad ini.
Pada 2050, sebanyak 199 kabupaten maupun kota pesisir di Indonesia akan terkena banjir rob tahunan, sekitar 118 ribu hektare wilayah akan terendam air laut, dan kerugian diperkirakan mencapai Rp1.576 triliun.
"Saya kira ini suatu persoalan besar ke depan karena kita sebagai negara kepulauan terus terancam oleh krisis iklim yang air lautnya terus naik," imbuh Parid.
Lebih lanjut ia mengungkapkan setiap tahun ada satu hektare tanah hilang di sepanjang pesisir Demak, Jawa Tengah, akibat peningkatan muka air laut yang disebabkan perubahan iklim.
Baca juga: Banjir Akibat Air Laut Pasang Rendam Puluhan Rumah Di Bengkalis
"Sudah ada empat desa tenggelam di Demak, Jawa Tengah. Kondisi ini memang sangat mengerikan kalau orang bicara climate review, fungsi iklim ini real ada di kita," kata Parid.
Desa pertama yang tenggelam adalah Tambaksari pada 1997. Saat ini masih ada sembilan kepala keluarga yang bertahan dengan kondisi tersebut.
Desa kedua yang tenggelam adalah dukuh Rejosari Senim pada 2000. Desa ketiga yang tenggelam adalah Bedono pada 2005.
Kemudian, desa keempat yang tenggelam adalah Mondoliko pada 2010. Jumlah warga yang bertahan ada sebanyak 95 kepala keluarga dan Timbulsloko dengan total warga yang masih bertahan 150 kepala keluarga.
Menurut Parid, ada lebih dari 12 ribu desa di Indonesia yang terancam tenggelam akibat kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh perubahan iklim.
"(Perubahan iklim) ini bukan hal yang jauh di depan sana, tapi sudah dekat sekali, sudah banyak yang tenggelam. Beberapa pekan lalu saya ke Bengkulu, pesisir barat Sumatera itu juga banyak desa-desa yang terancam tenggelam," ungkapnya.
Baca juga: Kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah ancam pesisir Jakarta, Semarang, dan Demak
Baca juga: Banjir rob rendam pemukiman dan sejumlah sudut Selatpanjang
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengingatkan jika pulau-pulau kecil yang dimiliki Indonesia tenggelam, maka situasi itu dapat mengancam kedaulatan negara.
"Konsep kedaulatan Indonesia diukur dari pulau-pulau terdepan. Kalau pulau-pulau terdepan itu tenggelam, maka kedaulatan kita akan menyusut," kata Manajer Kampanye Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil Walhi Nasional Parid Ridwanuddin dalam sebuah diskusi mengenai keadilan iklim di Jakarta, Senin.
Walhi menilai kondisi geografis Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim ekstrim dan kenaikan muka air laut lantaran Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dan puluhan juta orang hidup di pesisir dan pulau-pulau kecil.
Bahkan Climate Central memproyeksikan setidaknya ada 23 juta orang di Indonesia akan terdampak langsung dan dipaksa menjadi pengungsi internal jika kenaikan muka air laut mencapai 0,6 sampai 2 meter pada akhir abad ini.
Pada 2050, sebanyak 199 kabupaten maupun kota pesisir di Indonesia akan terkena banjir rob tahunan, sekitar 118 ribu hektare wilayah akan terendam air laut, dan kerugian diperkirakan mencapai Rp1.576 triliun.
"Saya kira ini suatu persoalan besar ke depan karena kita sebagai negara kepulauan terus terancam oleh krisis iklim yang air lautnya terus naik," imbuh Parid.
Lebih lanjut ia mengungkapkan setiap tahun ada satu hektare tanah hilang di sepanjang pesisir Demak, Jawa Tengah, akibat peningkatan muka air laut yang disebabkan perubahan iklim.
Baca juga: Banjir Akibat Air Laut Pasang Rendam Puluhan Rumah Di Bengkalis
"Sudah ada empat desa tenggelam di Demak, Jawa Tengah. Kondisi ini memang sangat mengerikan kalau orang bicara climate review, fungsi iklim ini real ada di kita," kata Parid.
Desa pertama yang tenggelam adalah Tambaksari pada 1997. Saat ini masih ada sembilan kepala keluarga yang bertahan dengan kondisi tersebut.
Desa kedua yang tenggelam adalah dukuh Rejosari Senim pada 2000. Desa ketiga yang tenggelam adalah Bedono pada 2005.
Kemudian, desa keempat yang tenggelam adalah Mondoliko pada 2010. Jumlah warga yang bertahan ada sebanyak 95 kepala keluarga dan Timbulsloko dengan total warga yang masih bertahan 150 kepala keluarga.
Menurut Parid, ada lebih dari 12 ribu desa di Indonesia yang terancam tenggelam akibat kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh perubahan iklim.
"(Perubahan iklim) ini bukan hal yang jauh di depan sana, tapi sudah dekat sekali, sudah banyak yang tenggelam. Beberapa pekan lalu saya ke Bengkulu, pesisir barat Sumatera itu juga banyak desa-desa yang terancam tenggelam," ungkapnya.
Baca juga: Kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah ancam pesisir Jakarta, Semarang, dan Demak
Baca juga: Banjir rob rendam pemukiman dan sejumlah sudut Selatpanjang