Aktivis lingkungan apresiasi vonis perusahaan pembakar lahan

id Karhutla, Riau, kebakaran lahan, perusahaan pembakar lahan

Aktivis lingkungan apresiasi vonis perusahaan pembakar lahan

Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau AKBP Andri Sudarmadi (kanan) didampingi Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto (tengah) menjelaskan kronologis penangkapan manajer PT SSS terkait kasus karhutla di Kantor Ditreskrimsus Polda Riau, di Pekanbaru, Riau, Selasa (8/10/2019). (ANTARA/Rony Muharrman)

Pekanbaru (ANTARA) - Aktivis lingkungan jaringan kerja penyelamat hutan Riau (Jikalahari) dan Senarai mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Pelalawan yang menjatuhkan vonis berupa denda Rp3,5 miliar serta pidana tambahan Rp38 miliar kepada PT Sumber Sawit Sejahtera dalam perkara kebakaran hutan dan lahan.

"Meski putusan ini tak sesuai tuntutan korban polusi asap Karhutla 2019, setidaknya ada keadilan terhadap korban polusi asap bahwa korporasi lah yang menyebabkan polusi asap di Riau,” kata Koordinator Jikalahari Made Ali dalam keterangannya yang diterima Antara di Pekanbaru, Rabu.

Dalam sidang yang digelar pada Selasa kemarin (19/5), majelis hakim menjatuhkan vonis bersalah kepada PT SSS diwakili oleh Direktur Utama PT SSS Ezer Djadiman Haloman Lingga termasuk pidana tambahan Rp38 miliar untuk memperbaiki lingkungan hidup yang rusak akibat 155,2 hektare lahan gambut terbakar dalam areal perusahaan sawit itu.

PT SSS dinilai melanggar Pasal 99 Ayat (1) jo Pasal 116 Ayat (1) huruf a jo Pasal 118 jo Pasal 119 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan juga Pasal 109 jo Pasal 68 jo Pasal 113 Ayat (1) UU No 39/2014 tentang Perkebunan.

Peneliti Senarai Jefri Sianturi menambahkan selain mengapresiasi vonis yang diterapkan kepada perusahaan tersebut, aktivis juga mengapresiasi langkah hakim yang membuka ruang sidang kepada publik, termasuk kegiatan dokumentasi video dan foto selama sidang berlangsung. Termasuk penyediaan fasilitas melawan Covid 19 berupa wastafel untuk cuci tangan, handsanitizer dan pemeriksaan sebelum masuk PN Pelalawan.

"Di tengah meliput sidang, kami tidak merasa khawatir tertular Covid 19. Majelis hakim juga selama persidangan aktif menggali keterangan saksi,” kata Jefri.

Jefri mengatakan ada sejumlah catatan dalam vonis tersebut. Pertama dalam pertimbangannya majelis hakim menyebut jumlah sarana prasarana PT SSS tidak sesuai dengan luas Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) yang dimilikinya yakni 5.604 hektar. Hanya ada 2 regu pemadam kebakaran yang seharusnya 3 regu. Jumlah anggota tiap regu adalah 15 orang. Memiliki 3 menara pantau api tapi hanya 1 sesuai spesifikasi. Dua lagi tidak memenuhi standar. Harusnya PT SSS menyediakan 11 menari api dengan ketinggian 15 meter.

Embung di lahan PT SSS hanya 4 unit yang seharusnya dibuat 10 unit. Pada saat memadamkan api, regu kesulitan air dan harus menggali tanah agar dapat sumber air. Selain itu, PT SSS juga masih kekurangan sarana prasarana pemadaman api. Letak gudang penyimpanan alat jauh dari lokasi terbakar dan tidak ada akses ke sana.

PT SSS tidak memiliki dokumen Rencana Kerja Pembukaan dan/atau Pengelolaan Lahan Perkebunan (RKPPLP) yang disahkan Kepala Dinas Perkebunan Pelalawan. Dampaknya, perusahaan ini membuka dan mengolahnya belum sesuai aturan.

Majelis hakim berpendapat, kebakaran di lahan PT SSS jadi pembelajaran bagi pemerintah daerah yang telah mengeluarkan izin lingkungan agar selalu mengawasi di lapangan secara periodik dan berkala.

“Bukan hanya berdasarkan laporan namun terus terjadi kebakaran di lahan-lahan baru. Pencegahan kebakaran harus dikedepankan dan dapat dioptimalkan. Perizinan bukan formalitas tapi substansi dan implementasinya,” kata Ketua Majelis Hakim Bambang Setyawan.

Hal-hal yang memberatkan PT SSS antara lain, perbuatannya mempercepat pemanasan global dan mengurangi zat karbon yang sangat dibutuhkan untuk pengkajian; mengganggu kesehatan masyarakat di wilayah terjadinya kebakaran serta merusak lingkungan dan fungsi ekologi. Hal meringankan, PT SSS belum pernah dihukum; telah berkontribusi positif terhadap Kabupaten Pelalawan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.

Sebelumnya, hakim juga telah menjatuhkan vonis bersalah kepada Alwi Omar Harahap dalam perkara yang sama dengan hukuman tiga tahun enam bulan penjara serta denda Rp2 miliar. Alwi Omar merupakan penjabat sementara manajer operasional PT SSS yang dinilai bertanggung jawab dalam kebakaran hebat di perusahaan itu.

Baca juga: Aktivis lingkungan catat sejumlah fakta jelang vonis perkara Karhutla PT SSS

Baca juga: PT SSS bakar lahan untuk pembukaan perkebunan sawit baru

Baca juga: Polda Riau temukan tanaman sawit di lahan bekas terbakar milik PT SSS