Aktivis lingkungan catat sejumlah fakta jelang vonis perkara Karhutla PT SSS

id Riau, Karhutla, PT SSS, Vonis,kasus pengadilan karhutla,berita riau antara,berita riau terbaru

Aktivis lingkungan catat sejumlah fakta jelang vonis perkara Karhutla PT SSS

Manajer PT SSS dikawal petugas Kepolisian terkait kasus karhutla di Kantor Ditreskrimsus Polda Riau, di Pekanbaru, Riau, Selasa (8/10/2019). ANTARA FOTO/Rony Muharrman/ama.

Pekanbaru (ANTARA) - Aktivis lingkungan yang tergabung dalam jaringan kerja penyelamat hutan Riau (Jikalahari) dan Senarai mencatat sejumlah fakta menarik jelang putusan Pengadilan Negeri Pelalawan terhadap PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS) dalam perkara pembakaran hutan dan lahan.

Peneliti Senarai, Jefry Sianturi dalam keterangan tertulisnya diterima Antara di Pekanbaru, Senin mengatakan pembacaan putusan dijadwalkan pada Selasa besok di Pengadilan Negeri Pelalawan, Pangkalan Kerinci.

Jelang putusan itu, Jeffry menilai PT SSS seharusnya divonis bersalah karena beberapa alasan. Pertama, areal terbakar masuk dalam Peta Rawan Kebakaran sementara tanaman sawit produktif tidak terbakar.

Kemudian Senarai juga mencatat minimnya sarana dan prasarana untuk mengantisipasi kebakaran serta kawasan terbakar masuk dalam restorasi Badan Restorasi Gambut. Selanjutnya regu pemadam kebakaran yang dimiliki PT SSS tidak terlatih.

“Perusahaan seperti menginginkan lahannya terbakar. Mereka membentuk Tim Satgas Karhutla yang diketuai langsung oleh Alwi, namun tidak patroli. Buktinya, ketika seorang penjaga pos kebun melihat kepulan asap dari jauh, seorang asisten pemetaan harus menerbang drone untuk mencari titik kebakaran. Padahal, saat itu ada penjaga menara api di atas namun tidak dapat mengetahui lokasi terbakar,” kata Jefri.

Perusahaan sadar areal yang terbakar sebelumnya telah terdata dalam peta rawan kebakaran. Namun perusahaan tidak menempatkan regu untuk berjaga di sana. Peralatan pemadam kebakaran tidak disediakan di sana. Menara pantau api jauh dari blok yang rawan terbakar. Perusahaan sengaja mengabaikan kewajibannya karena, blok yang terbakar belum produktif.

Jeffry mengatakan pada saat sidang lapangan terbukti, majelis hakim dan para pihak jaksa maupun terdakwa dan penasihat hukumnya tidak dapat mencapai lokasi karena tidak ada akses menuju blok-blok yang terbakar tersebut.

Padahal, perusahaan diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) 5.604 hektare tapi tidak menjaga areal dengan sepenuhnya. Kesulitan menempuh lokasi terbakar juga dialami regu pemadam kebakaran kala itu. Mereka kerepotan mengangkut peralatan terutama alat berat karena tidak ada akses ke lokasi.

Lahan PT SSS terbakar di Blok I 43, 42, 41, 40, 39, 38, 37, 36, 35, 34 dan 33. Blok J 40, 33 dan 32. Blok K 40 dan 39. Kemudian Blok L 41, 40, 39 dan 38. Kebakaran terjadi pada dua hamparan. Pertama 87,3 hektare dan kedua 67,9 hektare. Luas keseluruhan 155, 2 hektar.

Blok I 43, 42 dan 41, Blok J 40, Blok K 40 dan 39 serta Blok L 41 telah dibuka dan ditumpuk dengan bekas tebangan tapi tidak dibuat parit kanal dan sumber air. Kebakaran pada blok ini bersempadan dengan blok-blok yang telah ditanami sawit.

Pada 2016 hingga 2018, blok-blok yang telah ditanami sawit itu juga pernah terbakar dan ditanami sawit kembali oleh perusahaan. Direktur Utama Eben Ezer Djadiman Haloman Lingga menyadari, tiap tahun atau sejak 2013 lahannya sering terbakar.

Lebih rincinya seperti keterangan Asep, Asisten Pengukuran dan Pemetaan PT SSS.

Dia mengatakan perusahaan paham dan mengetahui aktifitas tiap blok perusahaan sehingga buat peta rawan kebakaran sejak 2015. Namun tidak ada embung di lokasi terbakar. Sebelum terbakar, areal itu sempat dibuat batas dan blok. Tapi belum ada perintah tanam. Blok I 39-43 tak ada parit kanal meski lahannya telah dibuka. Blok L 35 tempat pembenihan sawit sempadan dengan blok L lain yang terbakar.

“Kuat dugaan, perusahaan memang sengaja membiarkan blok-blok yang telah dibuka itu terbakar dan setelahnya akan ditanami sawit. Buktinya, areal yang sudah tertanam atau produktif tidak tersentuh api padahal bersempadan dengan blok yang belum ditanam. Tidak mungkin api pandai memilih lahannya yang mau dia bakar,” ucap Jeffri.

PT SSS adalah perusahaan perkebunan sawit yang berlokasi di Kabupaten Pelalawan. Polda Riau menyatakan lahan perusahaan itu terbakar pada Februari 2019 lalu. Kebakaran diduga kuat akibat kesengajaan untuk memperluas perkebunan.

Kebakaran di lahan gambut perusahaan itu terjadi selama satu bulan lamanya hingga menghanguskan 155 hektare lahan. Polisi kemudian melakukan serangkaian penyelidikan, termasuk menggali keterangan 11 saksi ahli dari berbagai universitas.

Pada Agustus 2019, Polisi menetapkan PT SSS sebagai tersangka secara korporasi. Selanjutnya, penyidik melakukan gelar perkara dan menetapkan Direktur Utama PT SSS Ezer Djadiman Haloman Lingga sebagai tersangka secara korporasi. Tak hanya itu, polisi kemudian menetapkan penjabat sementara manajer operasional PT SSS Alwi Omar Harahap sebagai tersangka.

Baca juga: PT SSS bakar lahan untuk pembukaan perkebunan sawit baru

Baca juga: Polda Riau temukan tanaman sawit di lahan bekas terbakar milik PT SSS

Baca juga: Polda Riau tahan petinggi PT SSS sebagai tersangka Karhutla