Pentingnya air bersih saat pandemi, Teknologi GWFS ciptakan sumur sedalam 120 meter

id PT CPI, SKK Migas, Chevron,sumur chevron,GWFS, sumur 120 meter

Pentingnya air bersih saat pandemi, Teknologi GWFS ciptakan sumur sedalam 120 meter

Manfaat air melimpah yang dimanfaatkan anak-anak di Minas Timur yang bersumber dari sumur GWFS. (ANTARA/HO-PT CPI)

GWFS adalah teknologi terkini yang dikembangkan dari metode geolistrik sehingga menghasilkan tingkat akurasi yang lebih baik...
 Pekanbaru (ANTARA) - "Jangan lupa cuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir". Begitu imbauan yang sering kita dengar untuk menjaga kebersihan dan kesehatan dalam masa pandemi Coronavirus Disease atau COVID-19.

Akses dan ketersediaan air bersih jadi maha penting dalam situasi saat ini. Namun, masih banyak warga terutama kelompok masyarakat rentan di berbagai wilayah di Indonesia yang tidak dapat mengakses air bersih. Tak terkecuali di Provinsi Riau.

Riau memiliki iklim yang unik. Dalam setahun, terjadi dua kali musim kemarau yang cukup panjang. Kondisi itu berdampak besar bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti minum, mandi, dan menjaga kebersihan diri.

Air bersih menjadi masalah klasik di Riau. Banyak warga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah mengandalkan air tadah hujan. Sayangnya, ketika menghadapi musim kemarau, kapasitas volume wadah penampung hujan tak mampu memenuhi kebutuhan air bersih. Musim kering bisa mencapai hingga empat bulan lamanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau yang dimutakhirkan pada 2018, Bumi Lancang Kuning memiliki tak lebih dari 28 perusahaan air minum. Mayoritas badan usaha tersebut milik daerah dan hanya tersedia di kota besar. Pun, semua perusahaan tersebut hanya dapat melayani 80 ribu pelanggan dari total 6,7 juta penduduk Riau.

Dengan kondisi tersebut, imbauan untuk rajin mencuci tangan dengan air mengalir seolah hanya akan "mengalir" begitu saja jika air tak tersedia secara cukup. Jangankan air untuk mencuci tangan yang masih dianggap sebagai kebutuhan sekunder, ketersediaan air bersih untuk kebutuhan primer pun masih sulit tercukupi.

Salah satu wilayah yang rentan ketika musim kemarau tiba adalah Minas Timur, Kabupaten Siak. Topografi daerah ini adalah perbukitan yang menyulitkan masyarakat untuk mencari sumber air.

Sejak Maret lalu, harapan masyarakat Minas Timur mulai terjawab. SKK Migas - PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) mengulurkan tangan dengan membantu pembuatan sumur dan bak penampungan air. Sumber air diperoleh dari kedalaman hampir 120 meter. SKK Migas – PT CPI menggandeng LPPM Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) sebagai mitra pelaksana.

"Ketersediaan air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan prasyarat untuk hidup sehat. Kami berharap fasilitas ini dapat dimanfaatkan dan dirawat sebaik mungkin oleh masyarakat, terutama di tengah pandemi COVID-19," ungkap GM Corporate Affair Asset PT CPI Sukamto Tamrin.

Kehadiran sumur ini diharapkan mampu membantu kebutuhan air bersih warga Minas Timur yang berjumlah sekitar 925 kepala keluarga atau setara 4.000 jiwa.

Bidang kesehatan, dalam hal ini termasuk program akses air bersih, merupakan salah satu fokus program investasi sosial yang dijalankan oleh PT CPI. SKK Migas – PT CPI telah membangun sejumlah fasilitas air bersih di berbagai wilayah di sekitar area operasi perusahaan.

Bantuan-bantuan tersebut telah memberikan manfaat bagi sekitar 3.000 KK. Di Minas Timur, SKK Migas - PT CPI juga membangun bak penampungan air berkapasitas 30 ribu liter. Untuk tahap awal, keberadaan bak air ini bisa menjangkau 40 KK yang tinggal di sekitarnya.

Lokasi sumur yang berada dekat jalan raya memberikan kemudahan akses sehingga warga dari permukiman lain juga dapat memanfaatkan fasilitas tersebut.

Tim Umri saat survei lokasi pencarian sumber air di Minas Timur. (ANTARA/HO-Prasetya)


Prasetya, penanggung jawab pembangunan sumur air bersih di Minas Timur, mengatakan warga pernah membangun sumur bor dengan kedalaman puluhan meter. Namun, pada musim kemarau debit air turun drastis dan tidak mencukupi kebutuhan. Sumur bor puluhan meter tersebut tak mampu memenuhi kebutuhan air warga karena kedalamannya yang terbatas.

Lebih lanjut, Prasetya menjelaskan, pihak LPPM Umri mencari titik sumur dengan menggunakan teknologi Geogreen Water Finder System (GWFS). GWFS adalah teknologi terkini yang dikembangkan dari metode geolistrik sehingga menghasilkan tingkat akurasi yang lebih baik dalam menentukan karakter di bawah permukaan tanah. Sumur yang ditemukan ini mengeluarkan air yang jernih.

Warga Minas Timur, lanjut Prasetya, sebenarnya telah memiliki sistem penyedia air bersih mandiri yang berada di dekat dengan kantor desa. Sumber airnya berasal dari embung, yang kemudian diolah untuk disalurkan ke tangki dan didistribusikan ke warga untuk membantu kebutuhan sehari-hari.

Tapi, embung ternyata juga tak mampu melawan getirnya panas yang mendera wilayah itu. Embung kering, air hilang. Satu-satunya sumber air yang tersedia adalah dengan cara membeli air dari penjual keliling yang menggunakan truk tangki.

Setiap kali membeli air, warga harus merogoh kocek lebih dari Rp100 ribu untuk memenuhi kapasitas empat tangki air standar rumah tangga (setara 2.000 liter). Namun, tidak semua warga mampu membeli air. Sehingga, jangankan untuk mandi, air untuk mencuci tangan pun terbatas.

Survei lokasi pembuatan air. (ANTARA/HO-Prasetya)


Fasilitas Sanitasi Portabel dan Semiportabel

Bantuan penyediaan air bersih juga dilakukan oleh para karyawan PT CPI melalui Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNas) Chevron Indonesia. "Sejauh ini, kami telah membuat 42 sumur air (water well) di sekitar wilayah operasi PT CPI yang merupakan lokasi kerja para muzakki atau pembayar zakat," papar Very Rosnedy selaku Direktur Laznas Chevron South Area.

Selain itu, pada masa pandemi COVID-19, LAZNas menyumbangkan fasilitas cuci tangan portabel dan semiportabel di tempat-tempat umum seperti rumah sakit rujukan COVID-19, pasar tradisional, terminal bus, kantor polisi, Puskesmas, Mal Pelayanan Publik Pekanbaru, pelabuhan, dan tempat keramaian lainnya.

Fasilitas cuci tangan portabel dibuat dari drum-drum bekas. Drum bekas dibersihkan dan dicat ulang sehingga tampak rapi dan baik. Bagian atas drum dilubangi untuk meletakkan wastafel dan kran air. Sirkulasi air dibantu oleh pompa air kecil yang memudahkan masyarakat untuk rajin cuci tangan.

Warga memanfaatkan air bersumber dari sumur GWFS. (ANTARA/HO-PT CPI)


Pembuatan fasilitas cuci tangan portabel ini ternyata menjadi sumber penghasilan baru bagi orang-orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak COVID-19.

"Hingga saat ini, Alhamdulillah LAZNas Chevron Indonesia telah menyumbangkan sebanyak 17 unit fasilitas cuci tangan portable, senilai lebih dari Rp30 juta. Kami harap program ini dapat berkelanjutan dan membantu menggerakkan perekonomian masyarakat," tutur Age Pranata selaku Manager LAZNas Chevron South Area.

Inisiatif fasilitas cuci tangan ini mendapatkan apresiasi dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kota Pekanbaru, dan akan dijadikan sebagai proyek percontohan untuk dapat dikembangkan lebih baik lagi untuk kebutuhan masyarakat luas.Semoga bantuan pembuatan sumur itu manfaatnya terus mengalir dan berguna bagi masyarakat tanpa akhir.