BBKSDA Riau rawat dua bayi kucing hutan temuan warga, begini penjelasannya
Pekanbaru (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau kini merawat dua ekor bayi kucing hutan liar yang diselamatkan warga di Kota Pekanbaru, Riau.
Kepala BBKSDA RiauSuharyonodi Pekanbaru, Selasa mengatakan dua ekor satwa bernama latin Felis bengalensis itu kini berada di kandang transit BBKSDA Riau di Pekanbaru. Keduanya kucing hutan yang masih bayi tersebut diperkirakan berusia tiga minggu.
Sepasang satwa belang itu, katanya, masing-masing berkelamin jantan dan betina.
Ia mengatakan Tim Rescue BBKSDA Riau menerima pengaduan dari warga bahwa telah ditemukanya dua anak kucing hutan pada 13 Februari lalu.
"Warga menemukan dua kucing hutan yang masih bayi itu saat membersihkan lahan di Kelurahan Labuh Baru Barat, Kecamatan Payung Sekali, Kota Pekanbaru," kata Suharyono.
Tim Rescue BBKSDA Riau langsung merespons dengan turun ke lokasi pada tanggal 14 Februari. Tim langsung melakukan evakuasi untuk memastikan kesehatan kedua satwa tersebut, apalagi tidak ditemukan induk kucing hutan tersebut.
"Tim juga melakukan koordinasi serta sosialisasi ke kantor Lurah Labuh Baru Barat tentang satwa yang dilindungi itu," katanya.
Dikarenakan anak Kucing tersebut masih sangat kecil, katanya, maka tidak dapat langsung dilepasliarkan. BBKSDA Riau melakukan observasi lebih lanjut untuk memastikan kesehatan dua satwa itu.
Kedua bayi kucing hutan tersebut masih minum susu menggunakan botol seperti bayi manusia.
Kucing hutan atau kucing bengal atau yang kerap disebut kucing blacan, kata Suharyono, masuk daftar satwa yang dilundungi. Keberadaan mereka dilindungi yang bisa dilihat di dalam lampiran Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Karena itu, katanya, pelaku yang membunuh kucing itu pun bisa ditangkap dan dihukum pidana. Ancaman pidana untuk pelaku yang membunuh, memperjualbelikan dan menyimpan satwa dilindungi berdasarkan Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 adalah penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Baca juga: VIDEO - Leopard mati di Kebun Binatang Kasang Kulim akibat virus
Baca juga: BBKSDA Riau sesalkan kematian bayi Leopard di Kebun Binatang Kasang Kulim
Baca juga: Polda Riau dalami matinya bayi leopard Afrika di Kasang Kulim
Kepala BBKSDA RiauSuharyonodi Pekanbaru, Selasa mengatakan dua ekor satwa bernama latin Felis bengalensis itu kini berada di kandang transit BBKSDA Riau di Pekanbaru. Keduanya kucing hutan yang masih bayi tersebut diperkirakan berusia tiga minggu.
Sepasang satwa belang itu, katanya, masing-masing berkelamin jantan dan betina.
Ia mengatakan Tim Rescue BBKSDA Riau menerima pengaduan dari warga bahwa telah ditemukanya dua anak kucing hutan pada 13 Februari lalu.
"Warga menemukan dua kucing hutan yang masih bayi itu saat membersihkan lahan di Kelurahan Labuh Baru Barat, Kecamatan Payung Sekali, Kota Pekanbaru," kata Suharyono.
Tim Rescue BBKSDA Riau langsung merespons dengan turun ke lokasi pada tanggal 14 Februari. Tim langsung melakukan evakuasi untuk memastikan kesehatan kedua satwa tersebut, apalagi tidak ditemukan induk kucing hutan tersebut.
"Tim juga melakukan koordinasi serta sosialisasi ke kantor Lurah Labuh Baru Barat tentang satwa yang dilindungi itu," katanya.
Dikarenakan anak Kucing tersebut masih sangat kecil, katanya, maka tidak dapat langsung dilepasliarkan. BBKSDA Riau melakukan observasi lebih lanjut untuk memastikan kesehatan dua satwa itu.
Kedua bayi kucing hutan tersebut masih minum susu menggunakan botol seperti bayi manusia.
Kucing hutan atau kucing bengal atau yang kerap disebut kucing blacan, kata Suharyono, masuk daftar satwa yang dilundungi. Keberadaan mereka dilindungi yang bisa dilihat di dalam lampiran Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Karena itu, katanya, pelaku yang membunuh kucing itu pun bisa ditangkap dan dihukum pidana. Ancaman pidana untuk pelaku yang membunuh, memperjualbelikan dan menyimpan satwa dilindungi berdasarkan Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 adalah penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Baca juga: VIDEO - Leopard mati di Kebun Binatang Kasang Kulim akibat virus
Baca juga: BBKSDA Riau sesalkan kematian bayi Leopard di Kebun Binatang Kasang Kulim
Baca juga: Polda Riau dalami matinya bayi leopard Afrika di Kasang Kulim