Pekanbaru (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IV Budisatrio Djiwandono mengatakan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Provinsi Riau pada 2019 yang menghabiskan Rp468 miliar anggaran kedaruratan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), merupakan ironi menyedihkan yang seharusnya bisa dihindari ke depan apabila ada upaya serius dari semua pihak dalam pencegahan kebakaran.
"Saya sedih tadi malam membaca, dua hari lalu Kepala BNPB mengatakan karhutla (Riau) menghabiskan 468 miliar rupiah. Ini jadi catatan penting, dengan Rp468 miliar dalam penanganan bencana. Kita jangan gegabah," kata Budisatrio Djiwandono, yang merupakan ponakan dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, di Pekanbaru, Kamis.
Budisatrio mengatakan hal itu di sela kunjungan kerja komisi yang membidangi kehutanan tersebut ke lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau. Turut serta dalam rombongan di antaranya adalah anggota DPR RI daerah pemilihan Riau Effendy Sianipar, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani, Deputi IV Badan Restorasi Gambut (BRG) Harris Gunawan, Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto, dan Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Suharyono.
Baca juga: Komisi IV DPR RI tinjau lokasi karhutla Riau cari solusi permanen, begini penjelasannya
Politisi Partai Gerindra ini menyatakan ketika terjadi bencana tentu harus dapat penanganan yang cepat dari pemerintah pusat. Namun, semua pihak sebenarnya sudah sangat paham bahwa karhutla merupakan bencana yang 99 persen disebabkan ulah manusia.
"Kalau bencana kita memang harus bantu, tapi ini kan anggaran yang mungkin bisa dialokasikan untuk hal-hal yang lebih penting misalkan pendidikan, dan kesehatan," katanya.
Karena itu, ia menyatakan kedatangan komisi IV DPR RI ke lokasi rawan karhutla adalah untuk mencari solusi permanen ke depan. Upaya pencegahan harus intens dilakukan kepada masyarakat dan melibatkan semua pemangku kebijakan mulai dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, LSM dan perusahaan-perusahaan swasta.
"Kita harus waspada, anggaran kita ini terbatas. Kita perlu alokasikan anggaran ke postur-postur yang produktif," kata ponakan dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ini.
Sebelumnya, saat kunjungan Kepala BNPB Doni Monardo di Pekanbaru pada Selasa (5/11) terungkap bahwa karhutla di Provinsi Riau pada tahun 2019 telah menyedot anggaran dana siap pakai lebih dari Rp468,66 miliar.
Baca juga: VIDEO - Guru ini tertangkap basah saat bakar lahan di Rokan Hilir
"Anggarannya sangat besar terutama untuk TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) untuk hujan buatan, dan untuk 'water bombing'," kata Kepala BNPB Doni Monardo usai memberikan kuliah umum di aula kampus FISIP Universitas Riau (UNRI), Pekanbaru.
Ia menjelaskan BNPB setiap tahun menyiapkan dana siap pakai atau yang kerap disebut dana "on call", yang bisa digunakan untuk kedaruratan. Untuk kasus karhutla, dana tersebut digunakan mulai dari upaya pencegahan, sosialisasi sampai dengan penanggulangan.
Pemprov Riau menetapkan Status siaga darurat karhutla sejak 19 Februari 2019 selama sekitar selama sembilan bulan, dan baru saja berakhir pada 31 Oktober lalu. Berdasarkan data di situs Sipongi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karhutla di Provinsi Riau selama 2019 mencakup area seluas 75.871 hektare (ha), jauh lebih luas dibandingkan cakupan karhutla tahun sebelumnya. Tahun 2017 dan 2018 kebakaran hutan dan lahan di Riau berturut-turut mencakup area seluas 6.866 ha dan 37.236 ha.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Dr. Agus Wibowo membenarkan bahwa dana "on call" BNPB selama status siaga darurat karhutla di Riau. Dana sekitar Rp468,66 miliar itu paling banyak dihabiskan untuk operasi udara.
"Operasi udara kurang lebih Rp400 miliar," katanya.
Baca juga: Status siaga darurat karhutla Riau berakhir, begini luas kebakarannya
Operasi udara tersebut adalah bantuan sewa delapan helikopter yang digunakan untuk patroli dan pemadaman api dari udara dengan menjatuhkan bom air (water bombing/WB) di Riau. Total ada 169,57 juta liter air yang sudah dijatuhkan selama operasi heli WB.
"Satu jam heli WB bisa Rp200-300 juta," ujar Agus Wibowo.
Kemudian dana yang habis Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ada sekitar Rp30 miliar. Operasi untuk menghasilkan hujan buatan ini menggunakan pesawat TNI AU dan teknologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan cara menebar garam. Proses yang disebut menyemai awan tersebut telah menebar 228.916 kilogram garam di langit Riau.
Selain itu, ada pendanaan untuk operasi darat yang menghabiskan kurang lebih Rp38,66 miliar. BNPB pada tahun ini mengerahkan 6.259 personel untuk operasi darat selama siaga darurat karhutla di Riau.
Penerima dana tersebut antara lain untuk operasi di Lanud Roesmin Nurjadin sekitar Rp2,65 miliar, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau Rp1,1 miliar, Korem 031 Wirabima Rp15,933 miliar, Polda Riau Rp250 juta dan BPBD Kabupaten Indragiri Hilir Rp722,1 juta.
Baca juga: BNPB mulai tahun 2020 akan biayai mahasiswa UNRI sosialisasi pencegahan karhutla
Baca juga: Bakar lahan pamannya di Siak, pria ini ditangkap polisi