Riau butuh Rp600 juta tangani kasus kejahatan anak

id Berita hari ini, berita riau terkini, berita riau antara, Riau butuh Rp600 juta

Riau butuh Rp600 juta tangani kasus kejahatan anak

Kantor Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) Riau, yang beralamat di Jalan Diponegoro No.36 A Pekanbaru Kompleks Gedung Dharma Wanita Provinsi Riau, no HP 0811707098, menjadi rujukan bagi korban sekaligus mendapatkan pendampingan. (Windani Gurning/Frislidia)

Pekanbaru (ANTARA) - Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi

Riau membutuhkan Rp600 Juta anggaran operasional untuk menangani kasus tindak kejahatan terhadap anak dan

perempuan di daerah itu.

"Kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak di daerah ini cukup banyak, namun diyakini belum bisa tertangani

lebih banyak lagi karena terkendala anggaran dan SDM yang tidak mencukupi," kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) M. Tariq Kamal SE, di Pekanbaru, Rabu.

Menurut Tariq, anggaran sebesar Rp600 juta itu antara lain dibutuhkan untuk membiayai operasional kunjungan ke

lapangan, biaya saksi, pendampingan korban, iklan layanan, kegiatan sosialisasi, penguatan pembentukan Kantor

P2TP2A Kabupaten dan lainnya.

Ia mengatakan, alokasi anggaran untuk operasional kantor P2TP2A Riau hanya Rp237 juta dari APBD Provinsi Riau

tahun 2019 sehingga sulit memaksimalkan pelayanan, apalagi dalam pengadaan SDM yang akan melakukan pendampingan

dan pencatatan pengaduan.

"Kini untuk mengatasi kekurangan SDM, kita dibantu antara lain oleh mahasiswa dari Universitas Islam Riau dan

juga Uin Suska Riau" katanya.

Namun demikian tentunya keberadaan mereka untuk jangka panjang dan kelanjutan program pelayanan akan sulit

dilakukan dan tidak akan maksimal sehingga penambahan SDM ASN baru juga perlu segera dipenuhi.

Selain itu, keterbatasan sarana transportasi, kata Tariq menyebutkan, cenderung menyulitkan P2TP2A untuk

melakukan kunjungan ke lapangan, apalagi kebanyakan korban ini berasal dari pelosok belum lagi kondisi jalan

yang rusak dan membuat kami kesusahan mengamankan korban.

Ia menyontohkan, untuk mengunjungi korban dan memberikan pendampingan Desa Kubu, Rohil, Desa Bunut Pelalawan dan

desa-desa di Pulau Rupat yang terisolasi sangat membutuhkan sarana transportasi yang memadai.

Apalagi daerah ini minim sosialisasi, pengetahuan masyarakatnya yang masih rendah, tentang upaya perlindungan

terhadap perempuan dan anak, sehingga berpotensi sulitnya penanganan cepat dan pendampingan korban kejahatan

terhadap mereka di daerah tersebut.

"Karena sumber daya manusia yang terbatas, kita tidak punya tenaga ahli khususnya di bidang psikolog. Untuk

kedepannya kami perlu ahli psikolog dan juga ahli hukum yang berstatus tetap agar dapat membantu menjalankan

tugas kami, sebab kalau mendatangkan psikolog dari luar jelas berbiaya mahal," katanya.

Kantor UPT P2TP2A Riau merekap data pada September 2019 sebanyak 130 kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak

dengan jumlah kasus tertinggi berasal dari Kota Pekanbaru.

Untuk Kota Pekanbaru tercatat sebanyak 67 kasus terdiri atas KDRT 28 kasus, kejahatan seksual sembilan kasus,

hak asuh anak 19 kasus, kekerasan psikis tujuh kasus, pendidikan anak nol kasus, penganiayaan tiga kasus,

trafficking satu kasus.

Dari Kota Dumai sebanyak lima kasus yakni kejahatan seksual tiga kasus, hak asuh anak dua kasus, untuk Kabupaten

Bengkalis sebanyak sembilan kejahatan seksual, satu kasus penganiayaan. Untuk Kabupaten Inderagiri Hilir,

Kabupaten Indragiri Hulu nol kasus.

Kabupaten Rokan Hulu satu kasus kejahatan seksual, Kabupaten Siak enam kasus terdiri dari dua kasus kejahatan

Seksual dan empat kasus kenakalan remaja. Kabupaten Kepulauan Meranti satu kasus kejahatan Seksual.

Kabupaten Kampar sebanyak 14 kasus terdiri atas 10 kasus KDRT, satu kasus hak asuh anak, dan satu ABH, satu

kasus penganiayaan, satu kasus anak hilang. Selain itu dari Kabupaten Kuansing sebanyak tiga kasus kejahatan

seksual. Kabupaten Pelalawan sebanyak delapan kasus yang terdiri dari satu kasus kekerasan fisik, dua kasus

penelantaran, empat kasus kejahatan seksual, satu kasus hak asuh anak.

Kabupaten Rokan Hilir sebanyak 14 kasus terdiri atas 11 kasus kejahatan seksual, dua kasus Anak Hilang, satu

kasus Pidana Murni. Sedangkan kasus yang diadukan dari dari daerah lain sebanyak dua kasus, yakni dua kasus

Penelantaran.