Pekanbaru (ANTARA) - Sejumlah pengusaha rumah makan di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, mengeluhkan mahalnya harga berbagai jenis cabai khususnya cabai keriting yang mencapai Rp80.000 per kilogram di pasar tradisional setempat.
"Modal bumbu untuk cabai naik dua kali lipat, karena harga cabai keriting kini mencapai Rp80.000 perkilogram, dari saat normal hanya Rp25.000-30.000 perkilogram," kata Romy pengusaha RM Salero di Pekanbaru, Rabu.
Romy menjelaskan harga cabai memang masih bertahan tinggi di Pekanbaru meski perayaan Idul Fitri sudah usai. Hal ini jelas menambah biaya modal untuk dagangannya. Pasalnya hampir semua menu lauk-pauk jualannya menggunakan bumbu tersebut.
Sementara di satu sisi pihaknya tidak bisa seketika menaikan harga jual dagangannya, sebab bersaing juga dengan rumah makan lainnya.
"Terpaksa harus pintar-pintar menyikapi biar langganan gak lari dan kecewa," ujarnya.
Hal yang sama juga diakui oleh Tuminem (55) pedagang nasi di Jalan Sumatera, Pekanbaru. Ia mengaku kaget harga cabai masih mahal bahkan hari ini cabai keriting naik lagi menjadi Rp80.000-90.000 perkilogram.
"Dua hari lalu harga cabai keriting masih Rp70.000 perkilogram," kata Tuminem.
Ia merinci cabai rawit juga masih mahal Rp70.000 perkilogram, sedangkan cabai hijau Rp35.000 perkilogram.
"Kalau cabai mahal kek gini kita gak bisa berbuat banyak, tetap harus pakai hanya untung dagangan jadi tipis," keluhnya.
Sebab ia belum berani menaikkan harga porsi sepiring nasi dan sepotong lauk yang dipatoknya Rp10.000.
"Ia dijalani aja dulu, moga harga cabai keriting segera turun," harapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Pekanbaru, Ingot Achmat Hutasuhut saat dikonfirmasi lewat seluler membenarkan masih mahalnya harga aneka cabai di pasar tradisional setempat.
Namun ia mengaku belum tahu apa penyebab mahalnya cabai tersebut, soalnya distribusi antara Riau dan Sumbar sebagai sentra penghasil lancar, tidak ada jalan putus atau longsor akibat gangguan alam yang sering terjadi.
"Setahu saya pengiriman lancar," ujar Ingot.
Hanya yang pasti Ingot menilai sementara ini erat kaitannya dengan suplay cabai dari sentra penghasil, sementara permintaan pascalebaran mulai normal, sebab rumah makan dan restoran sudah berjualan.
Namun ia berjanji akan melakukan pengecekan ke sentra penghasil Sumbar, untuk memastikan apa penyebab kenaikan.
"Beri saya waktu dua hari ini akan jajaki ke distributor dan sentra penghasil," imbuh Ingot.
Ia juga tidak yakin bahwa ada permainan atau spekulasi pedagang, sebab cabai bukan barang tahan lama dan cepat busuk.
Baca juga: Pekanbaru keluhkan harga cabai tembus Rp90.000 pascalebaran
Baca juga: Kenaikan harga pangan sumbang terbesar inflasi Riau pada Mei. Begini penjelasannya