Cerita Suci Sustari Memberdayakan Perempuan Duri Menjahit Baju Tahan Api

id Pertamina hulu rokan, rumah jahit lestari, pemberdayaan perempuan duri, baju tahan api

Cerita Suci Sustari Memberdayakan Perempuan Duri Menjahit Baju Tahan Api

Pemilik Rumah Jahit Lestari Susi Sustari ketika berbincang dengan salah satu penjahitnya Rena Fidawati di Duri, Bengkalis. ANTARA/Bayu Agustari Adha

Duri, Riau, (ANTARA) - Dari lantai dua sebuah rumah dan toko di Duri, Ibukota Kecamatan Mandau Bengkalis, Provinsi Riau, suara deru mesin beriringan meramaikan setiap sisi ruangan yang ada. Secara berderetan tampak sejumlah perempuan bersusun saling berseberangan satu sama lain.

Mereka tidak berhadap-hadapan namun fokus menundukkan kepala dengan tangannya bergerak maju mundur. Ya, mereka melakukan kegiatan menjahit tapi tidak pakaian biasa, melainkan kostum khusus untuk pekerja sektor industri minyak bumi dan gas.

Baju tersebut berbahan tahan api dengan model "coverall" atau menutup semua badan. Pakaian tersebut tak asing bagi masyarakat daerah Duri karena memang dari sinilah salah satu sumber minyak terbesar di Indonesia berasal.

Pada salah satu meja, tampak Rena Fidawati (45) serius menjahit dengan mesin tiga jarumnya. Sudah dua tahun Rena bekerja di sini sebagai penjahit. Sebelumnya dia juga sesekali melakukan menjahit namun hanya untuk baju perempuan biasa.

Ketika baru menjahit di sini dirinya mengaku belum terbiasa. Dalam satu hari awalnya dia hanya bisa menyelesaikan satu pakaian saja dengan upah Rp65 ribu untuk satu helainya. Kadang itu pun tak siap.

Akan tetapi lama kelamaan dengan ketekunan belajarnya, dia sudah bisa menyelesaikan tiga dan bahkan bisa lima sekarang. Dengan ketekunannya ia pun bisa meraup cuan sekitar Rp300 ribu satu hari. Bisa dibayangkan dalam sebulan dirinya akan menghasilkan maksimal Rp9 juta.

Atas keringat dan jerih payahnya itu, ia pun sudah bisa membeli Toyota Avanza hanya dalam waktu dua tahun. Selain tentunya menambah pundi-pundi keuangan keluarganya untuk keperluan biaya anak sekolah.

Sejatinya Rena hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Suaminya bekerja pada kontraktor yang mendapatkan proyek dari Pertamina Hulu Rokan yang saat ini mengelola Lapangan Migas Duri.

Dia sadar ancaman tidak ada pekerjaan maupun pemutusan hubungan kerja bisa saja sewaktu-waktu menimpa suaminya. Apalagi Lapangan Duri ini sudah cukup lama dan penurunan produksi adalah suatu keniscayaan. Ditambah lagi anaknya sudah tiga, ia pun memutuskan untuk mencari tambahan penghasilan.

"Alhamdulillah bisa menambah belanja anak sekolah. Anak sudah tiga kan bayak juga biayanya. Yang tertua saat ini sudah sekolah menengah atas dan terkecil sekolah dasar," ceritanya.

Rena diketahui merupakan satu dari 86 pekerja di Rumah Jahit Lestari di Kota Duri. Kebanyakan pekerjanya sebanyak 58 adalah penjahit yang mayoritas perempuan. Rena menjalani aktivitas sehari-hari di Workshop RJL yang terpisah beberapa petak ruko dari lokasi toko tampilan produknya.

RJL didirikan oleh Suci Sustari sejak tahun 2021. Dia berasal dari Sumatera Selatan dan pindah ke Riau untuk ikut suaminya. Pengalaman di Palembang dia mengenal adanya "Coorporate Social Responsibility" (CSR) di PT Bukit Asam.

Setelah sampai di Riau melihat ada aktivitas Pertamina Hulu Rokan sebagai penghasil migas terbesar di Indonesia, ia pun mengajukan jadi mitra binaan perusahaan negara tersebut. Bersama suaminya dia pun nekad mengajukan diri sebagai penyedia "coverall" atau baju tahan api untuk pekerja migas. Pasalnya Suci aslinya bukanlah seorang yang bekerja sebagai penjahit karena dasarnya adalah Guru Bahasa Inggris.

Pertamina memantau mitra binaan UMKM Rumah Jahit Lestari (ANTARA/HO-PHR)
Suaminya mengajukan proposal dengan kelompok bersama berisikan sejumlah orang dengan masing-masing pekerjaannya. Mulai dari tukang jahit, pemasang kancing, tukang setrika, pengepakan, marketing hingga pembuat "invoice"nya masuk dalam kelompok. Meski begitu untuk tukang jahit hanya dirinya. Selebihnya diupah penjahit dari luar.

"Karena kalau saya yang jahit sendiri, satu baju selesainya 1,5 hari, maka saya bayar penjahit di luar," ungkapnya.

Kelompok tersebut dibentuk dengan memberdayakan pemuda dan perempuan sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Suaminya merangkul para pemuda untuk menjadi marketing yang akan mencari pesanan. Sementara Suci menggaet kaum hawa untuk urusan produksi dan pembukuan. Tapi tetap penjahit diupah dari luar.

"Saya harus memaksimalkan dan memberdayakan serta mencukupi secara finansial. Jadi tantangannya berapa yang harus dihasilkan sehingga semua bisa diberdayakan. Suami membangun para pemuda, saya menggalang perempuan dan wanita. Suami ke perusahaan bersama marketing. Kalau menjahit semua bisa tapi jika tidak dapat PO (Pre Order)nya untuk apa," sebutnya.

Waktu berlalu, akhirnya RJL mendapatkan "Pre Order" (PO) pertamanya sebanyak 40 baju. Ia pun mengerjakan pesanan tersebut dengan tenggat waktu yang diberikan. Pesanan selesai namun apa yang dibayangkan tak sesuai kenyataan.

PO perdananya harus menjalani awal yang pahit karena mengalami kerugian Rp3 juta. Setelah diamati ternyata itu disebabkan karena RJL membayar penjahit dari luar. Namun begitu kerugian tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk terus melanjutkan usaha.

Suaminya sebagai pencari order bersama para marketing tetap mengajukan kembali penawaran. Tuhan pun kembali memberikan rejeki dan tantangan. PO kedua pun didapat. Kali ini bahkan pesanannya sebanyak 167 stel.

Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, Suci berpikir keras apa strategi agar tak kembali rugi. Ide pun kemudian didapat

dengan memberikan kesempatan magang kepada pelajar sekolah menengah kejuruan.

Para siswa SMK itu setelah lulus diundang untuk menjahit di RJL dengan catatan nantinya juga menjadi instruktur belajar menjahit. Suci pun membuka sekolah belajar jahit gratis dan memberikan uang tambahan kepada lulusan SMK itu di luar penghasilan menjahit.

Untuk sekolah menjahit ia pun menyasar gadis putus sekolah anak tempatan suku Sakai, ibu rumah tangga hingga lanjut usia.

Ternyata dia berjumpa banyak perempuan usia muda di Duri yang cuma tamat SD Sekolah Menengah Pertama terutama di Daerah Sakai.

"Daripada mereka kerja di cafe itu pasti ditanya ijazah SMA. Di RJL tidak, asal mereka mau dan bisa baca saya terima.

Membina dan memberdayakan masyarakat tak perlu kata cepat, tapi berapa banyak bisa diberdayakan," ulasnya.

Untuk IRT, dia terpanggil mengajak karena

suaminya yang kerja kontraktor ketika kontrak habis tiba-tiba bisa jadi pengangguran. Oleh karena itu dia merasa terpanggil mengajak daripada IRT itu hidup konsumtif lebih baik belajar menjahit di tempatnya.

Dengan sekolah tersebut, naluri seorang guru Suci kembali bangkit. Karena terbiasa sebagai pengajar, dia paham bahwa dirinya tidak hanya mengajar tapi mendidik. Ia memegang filosofi kalau belum bisa satu kali harus terus diulang dari tidak bisa menjadi bisa.

Akhirnya setelah bisa para perempuan itu pun bisa menjahit satu baju mendapat uang Rp65 ribu. Dalam satu hari mereka bisa menyelesaikan 1,5 baju sudah mendapatkan Rp100 ribu lebih.

"Anak tamat SMP kalau satu hari Rp100 ribu lebih, 30 hari sudah Rp3 jutaan. Ini bakalan bisa jadi sandaran hidup, akhirnya mereka pun betah," ungkapnya.

Usaha Berkembang

Pemilik Rumah Jahit Lestari memamerkan sejumlah produknya. (ANTARA/Bayu Agustari Adha)
Seiring waktu, PO yang didapatkan pun mulai bertambah hingga 300 stel satu bulan. Ia pun mulai khawatir karena banyak juga yang berminat untuk belajar jahit dan pesanan 300 satu bulan sudah mulai tidak mencukupi secara finansial. Pasalnya ada sebanyak 17 orang tahun 2022 digaji dan meningkat 30an pada 2023.

Suci pun curhat kepada suaminya agar sekolah jahit ini dihentikan supaya tak banyak orang masuk. Tetapi dengan entengnya sang suami mengatakan ditambah saja cari pesanan dari 300 menjadi 1.000.

Dengan begitu armada dan fasilitas operasional ditambah juga dari biasanya hanya menggunakan sepeda motor menjadi mobil. Dari ruko satu pintu yang masih sewa bulanan menjadi tahunan dan tak satu pintu lagi.

"Sehingga tim marketing satu hari dapat banyak dengan punya armada tim laki-laki semua. Kalau laki-laki ini tak cukup Rp100 ribu satu hari, jadi sekarang ada 30 marketing yang dihidupi setiap bulan. Alhamdulillah sekarang RJL pesanannya sudah 1000 sampai 1.500 per bulan kapasitas produksi dengan total penjahit 58 orang," katanya.

RJL mematok harga paling murah Rp650 ribu, Rp850 ribu paling mahal Rp1,2 juta. Dengan produksi 1000-1500 baju setiap bulan maka omzet yang diperoleh berkisar Rp900 juta-1,2 miliar.

Hingga saat ini belajar gratis menjahit masih terus berjalan dan siapapun yang ingin belajar menjahit tetap diterima. Ia pun mengembangkan konsepnya dengan sebutan "member get member" yakni penjahit tak hanya di ruko, tapi bisa di luar.

Mereka selesai program jahit gratis punya tiga pilihan. Pertama bisa menjahit mandiri menerima pesanan sendiri di luar RJL setelah mahir. Kedua semi mandiri dengan pulang bawa mesin jahit dari RJL seharga Rp6,5 juta untuk kemudian dicicil dengan mengerjakan pesanan dari RJL.

"Ada dua opsi pertama cicil per baju dijahit dipotong upahnya sampai lunas, misalnya Rp,5 ribu atau Rp10 ribu selama satu dua tahun lunas. Mereka terlepas ikatan dengan RJL, bisa terima pesanan dari luar. Bisa juga pinjam pakai saja mesin tapi yang dijahit hanya baju RJL saja, tak boleh dari luar. Ini yang lebih betah karena dikasih jahitan banyak, kalau yang terima jahitan luar tak banyak dikasih jahitan," katanya.

Tak hanya memperkuat basis produksi dan sumber daya manusia, dari segi marketing RJL juga berinovasi untuk mendapatkan kontrak payung perusahaan migas nasional. Baik itu yang berkantor cabang di Duri maupun kantor pusat di Jakarta.

Salah satu kelebihan di RJL yakni diterapkannya harga sama mulai dari ukuran S sampai 6 XL, kalau baju di Jakarta harga beda tiap ukuran. Pihaknya memberikan garansi permak dan resleting 6 bulan yang diantar dan jemput untuk pemasangan tidak pakai biaya.

"Biasanya kancing besi itu yang mudah lepas kita ganti baru kalau kurang 6 bulan karena di baju ada kode produksi," imbuhnya.

Selain itu RJL juga menerapkan gratis ongkos kirim ke manapun dari bandara ke bandara. RJL mengirim sampai ke Kalimantan, Makasaar hingga Papua . Sementara di Pulau Sumatera dikirim pakai bus yang gratis semuanya.

"Kalau ongkos travel dari bandara ke lokasitak ditanggung lagi. Seperti Makasar itu Rp37500 berkurang keuntungan per baju. Tapi masih untung, yang penting bisa jalan. Apalagi ini sekali tiga bulan 'renew', untuk proyek 1 rig saja itu dibutuhkan 167 stel APD," ucapnya.

Atas dedikasinya sekarang RJL telah menjadi lembaga pelatihan dan kursus di bawah naungan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau. Siapapun bisa belajar gratis dengan kartu prakerja satu tahun 40 pertemuan dan selesai mendapatkan mesin jahit.

Dengan melangkah satu tangga demi satu tangga pada tahun 2025 RJL akan membeli tanah untuk buka rumah produksi sendiri sekaligus lembaga pendamping UMKM bernama Yayasan Mikro Berkarya.

Rumah produksi diperlukan agar bisa menyediakan bahan baku yang saat ini masih dibeli ke pihak lain.

Segala capaian tersebut lanjutnya tak lepas dari PT PHR yang telah mendampingi secara legalitas dari tahun 2022. Mulai dari RJL menjadi Perseroan Terbatas sehingga bisa ikut lelang dan tender. Selain itu juga pendampingan sertifikat penjahit oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Selanjutnya juga ada sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negri dan Standar Nasional Indonesia. Bahkan juga dari Singapura sertifikat NFOA yang menyatakan baju yang dipakai tahan terhadap percikan api.

Senior Officer Community Involvement and Development North Area PT PHR mengatakan UMKM RJL merupakan tanggungjawab sosial dan lingkungan PT PHR untuk masyarakat daerah sekitar mendukung kegiatan operasional perusahaan. RJL katanya merupakan salah satu contoh ideal program pemberdayaan masyarakat UMKM.

"Ini sejalan dengan 'Sustainable Development Goal' Perserikatan Bangsa Bangsa seperti mengurangi kemiskinan, kesetaraan gender dan ketimpangan sosial serta pekerjaan yang layak. RJL sudah tahap 'exit' karena sudah terjadi kemandirian dan keberlanjutan ekonomi,l. Ini juga sejalan dengan misi perusahaan," ujarnya.

Kegiatan ini bahkan sudah meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memberikan nilai tambah. RJL juga sangat mengayomi kelompok masyarakat baik produktif, rentan, manula dan disabilitas serta sudah punya program sosial dengan memberikan peralatan jahit.

Pewarta :
Editor: Afut Syafril Nursyirwan
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.